|
Bogor, (PR).Aris Munandar (11), siswa kelas 1 Tsanawiyah (SMP) Ummul Quro meninggal dunia diduga akibat wabah muntah berak (muntaber) yang terjadi di Pondok Pesantren (Pontren) Ummul Quro Al-Islami, Kampung Lalamping, Desa Luwimekar, Kec. Leuwiliang, Kab. Bogor, Minggu (18/9). Jenazah Aris langsung dibawa pihak keluarga ke kampung halamannya di daerah Serang Banten. Sementara 115 santri lainnya dalam kondisi kritis. Penyebab wabah muntaber para santri tersebut diduga berawal dari air minum yang dihasilkan alat penjernih air di kompleks Pontren Ummul Quro. Sejak sebulan lalu, para santri tidak lagi memasak air dengan alat masak yang biasa digunakan. Dengan pertimbangan agar lebih praktis, mereka menggunakan alat penjernih air baru. Merasa aman dan tidak ada gangguan, sejak itulah para santri mengonsumsi air yang disterilkan dari alat penjernih air tersebut. Semula, alat penjernih air itu berfungsi normal. Dalam perkembangannya, air yang keluar dari alat itu lambat laun mulai keruh. Tapi para korban masih menggunakannya. Maka para santri yang mengonsumsi air tersebut mulai jatuh sakit. Mengetahui hal itu, pengurus Pondok Pesantren Ummul Quro segera membawa mereka ke puskesmas terdekat dan Rumah Sakit Marzoeki Mahdi (RSMM), Kel. Cilendek, Kec. Bogor Barat, Kota Bogor untuk mendapatkan pertolongan medis. Untuk membuktikan jenis bakteri, pihak RS Marzoeki Mahdi Bogor telah mengirimkan sampel air minum tersebut ke Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda) Bogor untuk diteliti. Sedangkan para korban dilarikan ke RSMM Bogor. Menurut Kepala Puskesmas UPTD Leuwiliang dr. Sri Murawati, korban meninggal ini sudah masuk dalam kejadian luar biasa (KLB). Kami sudah berusaha maksimal dengan memberikan pertolongan pada korban, namun jiwa Aris tidak tertolong karena sudah kehabisan cairan, katanya. Sri mengaku, dengan begitu banyaknya jumlah pasien muntaber dengan kondisi ruangan perawatan di Puskesmas Leuwiliang yang sangat terbatas, terpaksa sebagian pasien dirujuk ke tempat lain. Bahkan dari pantauan di lokasi, sebagian pasien terpaksa dirawat di bagian lorong-lorong puskesmas Leuwiliang. Kondisi serupa juga terlihat terjadi di sekolah (pontren) tempat merawat para korban. Jumlah sebanyak 37 siswa dan siswi yang mengalami muntaber masih ditempatkan di dua buah ruangan kelas sekolah, sebagian dari mereka terlihat sudah ditemani keluarga masing-masing. Kami terus terang sempat kewalahan, karena pasien terus bertambah. Akan tetapi saat ini kami sudah menerima bantuan obat-obatan dalam jumlah cukup. Bantuan itu kami terima dari puskesmas lain di sekitar wilayah ini dan juga bantuan obat-obatan maupun tenaga medis, mobil ambulans dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor, ungkapnya. Kepala Seksi Pemberantasan Penyakit dan Kesehatan Lingkungan (P2KL) Kabupaten Bogor Dr. Sudadi ketika dihubungi melalui handphone-nya, Sabtu (18/9) petang mengatakan, dengan melihat begitu banyaknya jumlah korban dan satu orang telah meninggal, pihaknya dapat menetapkan wilayah Leuwiliang untuk saat ini telah masuk kategori KLB muntaber. Untuk itu, pihaknya akan terus melakukan pemantauan di lokasi. Kami sudah kirim petugas ke lokasi. Saya besok pagi berencana bersama-sama petugas dari Dinas Kesehatan akan melihat langsung ke lokasi guna menentukan langkah dan penanganan selanjutnya, katanya. Sudadi khawatir, jika kasus nuntaber yang terjadi di Leuwiliang itu tidak segera cepat ditangani akan dapat menyebar dan menambah jumlah korban. Terasa Jumat Sementara itu, menurut pengakuan dari salah satu korban, Desi Hariani (18), siswa kelas 2 Madrasah Aliyah (SMA) Ummul Quro mengaku, dirinya sudah mulai merasakan sakit perut dengan rasa mulas dan mual sejak Senin (12/9). Namun sakit itu terkadang hilang dengan sendirinya. Dia bersama teman-temannya mengalami derita sakit perut yang luar biasa dibarengi rasa mual dan muntah, dan buang air besar beberapa kali sejak Jumat (16/9) malam. Desi sempat pingsan dan baru sadar ketika sudah dirawat di puskesmas. Saya dan beberapa teman mulai merasakan sakit sejak hari Senin (12/9), kemudian pada Jumat (16/9) malam rasa sakit ini semakin bertambah. Sabtu (17/9) paginya saya sudah tidak tahu lagi. Tahu-tahu di sini (puskesmas-red.), tuturnya. Sementara Pimpinan Sekolah (Pontren) Ummul Quro Al-Islami K.H. Helmi Abdul Mubin mengatakan, pihaknya terpaksa menghentikan proses belajar-mengajar di sekolah sekaligus Pontren itu. Pihak sekolah juga langsung memulangkan seluruh siswa dan santri ke rumah masing-masing. Hal itu dimaksudkan untuk menghindari wabah penyakit dan menghilangkan trauma pada santri. Para siswa di sini sudah kami izinkan pulang, bahkan sebagian sudah dijemput keluarganya masing-masing, katanya. Sementara itu, hingga Minggu (18/9) petang, sebanyak 12 santri yang dirujuk ke RSMM Bogor masih dalam perawatan pihak dokter. Kondisi 12 santri tersebut belum menunjukkan perkembangan yang berarti. Bahkan dua santri, yaitu Maman (14), dan Samsul (14) dalam kondisi sangat kritis. Menurut Dr. Khaerul Kalam dari RSMM Bogor, keduanya dalam kondisi kritis dan harus mendapatkan penanganan yang ekstra. Karena banyak cairan tubuh yang terkuras akibat muntaber tersebut.(D-26/D-32/B-65) Post Date : 19 September 2005 |