|
BREBES - Ratusan rumah dan tambak di Desa Randusanga Kulon dan Desa Randusanga Wetan, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes, terendam air akibat banjir yang terjadi pada Rabu (4/5). Ketinggian air mencapai lebih dari 30 cm. Bahkan, di beberapa bagian jalan ketinggian air mencapai 45 cm. Banjir yang terjadi di wilayah itu rutin terjadi setiap tahun, khususnya pada Januari hingga April. Banjir itu akibat hujan yang turun dalam dua malam. Meskipun hujan turun dalam jangka waktu yang relatif tidak lama, ternyata mampu mengakibatkan banjir besar. Kepala Desa Randusanga Kulon, Wilyono, ketika ditemui mengemukakan, banjir yang terjadi berasal dari luapan air Sungai Sigeleng yang membentang di sepanjang jalan desa tersebut. Air Sungai Sigeleng meluap karena bagian muara sungai dangkal. Wilyono menuturkan, dahulu sungai itu memang pernah dikeruk namun pengerukannya tidak terlalu maksimal sehingga tetap tidak bisa menampung air hujan. Sungai tersebut memiliki lebar sekitar enam meter. Dia meminta Pemkab membuat talud di muara sungai sepanjang 1 km. Akibat luapan tersebut, sekitar 200 rumah di wilayah Randusanga Kulon dan ratusan areal tambak terendam air. Sebagian rumah hanya tergenang di bagian luarnya saja namun sebagian rumah yang lain kemasukan air. Rumah yang terendam air berasal dari enam RT, yaitu I, III, dan VI di RW I dan II. Total jumlah penduduk di sana 289 keluarga. Panen Dini Banjir dan luapan Sungai Sigeleng juga mengakibatkan ratusan hektare tambak meluap. Luas areal tambak di wilayah tersebut 221 hektare. Akibatnya, para petani tambak terpaksa melakukan panen dini. Bahkan, beberapa di antaranya terpaksa kehilangan ikan yang mereka pelihara. Kerugian yang ditimbulkan diperkirakan ratusan juta rupiah. Menurut keterangan Wilyono, selain bencana banjir tahunan wilayahnya juga sering tergenang rob. Rob juga biasa terjadi pada musim penghujan. Sejauh ini, untuk menanggulangi genangan air, ida memerintahkan warga untuk mengeruk muara Sungai Sigeleng. Sementara itu, kondisi yang sama juga terjadi di Desa Randusanga Wetan. Di sana, air menggenangi 100-an rumah dengan ketinggian sekitar 45 cm. Banjir juga menghilangkan batas tambak di sana. Seorang petani tambak, Kasturi (46), menuturkan, dia terpaksa kehilangan ribuan ekor ikan bandeng siap panen. Padahal, benih tersebut sudah dipelihara sekitar tiga bulan dan memakan banyak biaya. "Ndak tahu berapa ekor yang bisa terselamatkan. Yang jelas, banyak yang hilang," ujarnya. Hilangnya tambak juga menyulitkan para buruh panen ikan di sana. Pasalnya, dengan banyaknya ikan yang hilang, mereka tidak lagi bisa bekerja sebagai buruh penebar jala. (wn-37j) Post Date : 04 Mei 2005 |