|
Tanggal 22 April setiap tahun diperingati sebagai Hari Bumi (Earth Day). Inisiatif yang dimulai sejak tahun 1970 ini dimaksudkan untuk menjadikan bumi sebagai tempat yang lebih balk untuk ditinggali. Mengapa demikian? Memang benar bahwa pada dasarnya bumi selalu mengalami perubahan iklim. Hanya saja, pada masa lampau perubahan tersebut berlangsung secara alami dan memakan waktu yang sangat lambat. Dewasa ini, perubahan iklim terjadi akibat ulah manusia sehingga terjadinya sangat cepat dan drastis. Efek rumah kaca (greenhouse effect) yang sejatinya terjadi secara alami, yaitu proses di mana atmosfer bumi menangkap energi matahari yang menghangatkan bumi dan mendukung kehidupan di atasnya, kini mengalami banyak penyimpangan. Atmosfer bumi mengandung gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida dan metana, yang memiliki kemampuan menangkap sinar inframerah matahari yang dipantulkan bumi. Semakin besar jumlah GRK dalam atmosfer maka semakin bumi pun semakin panas. Hal itulah yang menjadi penyebab mengapa iklim bumi dewasa ini kian panas. Sementara itu, metana adalah gas yang dihasilkan antara lain oleh tumpukan sampah. Dengan demikian, tindakan membuang sampah sembarangan serta pengelolaan sampah yang kurang balk turut berkontribusi terhadap perubahan iklim yang mendatangkan pemanasan global. Dapat dilihat di berbagai tempat di Indonesia, umumnya pengelolaan sampah diartikan sebagai membuang sampah jauh-jauh atau akrab dikenal sebagai TPA (Tempat Pembuangan Akhir). Padahal, cara tersebut hanya memindahkan masalah dari satu tempat ke tempat lain. Dan, yang pasti, tumpukan sampah tersebut akan menghasilkan gas metana yang membuat bumi kian gerah. Berbagai upaya Beruntung dewasa ini semakin suara-suara yang menggemakan perlunya kepedulian terhadap nasib bumi di kemudian hari. Dunia otomotif-sebagai salah satu pihak yang paling bertanggung jawab atas semakin tingginya polusi akibat kendaraan bermotor kini mulai terpacu untuk menciptakan produk yang lebih ramah lingkungan. Seperti diutarakan Chief of Corporate Planning Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN Irwan Priyantoko, visi jangka panjang perusahaannya adalah membangun kendaraan yang ramal lingkungan atau "eco car'. Dewasa ini, Toyota sedang mengembangkan sejumlah model kendaraan hybrid, bahkan yang betul-betul tidak menggunakan bensin. Tidal hanya di produk, dengan kebijakan "kaizen" atau perbaikan terus menerus (continuous improvemenf), Toyota juga mengupayakan agar pabriknya menjadi "eco-friendly plant'. Hanya saja, terutama d Indonesia, kendalanya adalah masalah infrastruktur, seperti kualitas bahan bakar, kondisi jalan, hingga, daya beli masyarakat, yang mem buat produk ramah lingkungan seperti kendaraan hybrid belum menjadi prioritas. Pabrikan mobil Honda juga termasuk pihak yang mengembangkan mobil hybrid. Seperti dijelaskan Director Marketing & After Sales Service PT Honda Prospect Motor, Jonfis Fandy, sudah sepatutnya teknologi hybrid dipelajari karena trennya mengarah ke sana, seperti teknologi solar cell, hidrogen, dan lain sebagainya. Bahkan, Honda sudah memperkenalkan mobil hybrid di Indonesia, melalui produk Honda Civic Hybrid. Penghematan energi juga dapat menjadi salah satu langkah kepedulian terhadap nasib bumi. Misalnya saja dengan menggunakan peranti rumah tangga yang ramah lingkungan. Seperti diketahui, semakin panasnya suhu bumi membuat banyak rumah tangga menggunakan penyejuk udara (AC). Perangkat ini termasuk salah satu penyedot energi (listrik) yang sangat rakus. Produsen peranti rumah tangga kenamaan, Panasonic, telah mengembangkan produk ramah lingkungan, seperti dilakukan melalui AC Envio yang menggunakan teknologi inverter yang berfungsi mengatur kinerja kompresor. Dengan demikian, proses pendinginan dapat lebih optimal namun tetap hemat listrik. Satu lagi inisiatif yang cukup signifikan sebagai aksi kepedulian terhadap bumi adalah melalui kegiatan yang diberi nama Green Festival. Aksi ini dimotori lima pihak yang tergabung dalam Green Inisiative Forum (GIF) sebagai kelanjutan dari Konferensi Internasional tentang Perubahan lklim yang digelar akhir tahun lalu, yaitu PT Unilever Indonesia Tbk, Kompas, FeMale Radio, MetroTV, dan Pertamina. GIF dibentuk dengan tujuan menyebarluaskan kesadaran dan pengetahuan tentang isu pemanasan global serta mengedukasi dan melibatkan keluarga dalam upaya aktif mengurangi dampak pemanasan global, melalui cara yang sederhana mulai dari diri mereka, lingkungan terdekat, lingkup keseharian, dan dimulai dari sekarang. Selain kampanye melalui media, upaya sosialisasi dilakukan kegiatan Green Festival, yaitu Pameran dan Festival Lingkungan mengenai isu Pemanasan Global (Global Warming). Melalui kegiatan yang akan diadakan selama tiga hari (Jumat, Sabtu, Minggu) tanggal 18, 19 dan 20 April 2008, bertempat di Parkir Timur Senayan, Jakarta ini, masyarakat akan memperoleh edukasi tentang upaya-upaya apa saja yang bisa dilakukan untuk mengurangi factor-faktor yang menyebabkan terjadinya pemanasan global. Diharapkan, 100 ribu keluarga akan hadir dalam festival tersebut. Masih banyak lagi sebenarnya upaya yang dapat dilakukan untuk menyelamatkan bumi. Namun, dibutuhkan komunikasi yang tepat sehingga masyarakat lebih memahami dan akhirnya mau turut serta berperan dalam upaya tersebut. Post Date : 17 April 2008 |