Puncak Ditertibkan, Sungai Dinormalisasi

Sumber:Media Indonesia - 07 Agustus 2008
Kategori:Banjir di Jakarta

JAKARTA (MI): Hujan lokal sekali-sekali mulai turun di Jakarta. Ancaman banjir pun terngiang kembali. Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan dan Gubernur DKI Fauzi Bowo sepakat mencari solusi atasi banjir di Ibu Kota.

Langkah yang segera dilakukan adalah menertibkan bangunan yang melanggar peruntukan dan merevitalisasi waduk maupun situ di kawasan Puncak. Sedangkan Pemprov DKI menormalisasi 13 sungai yang membelah Jakarta.

Hal itu diungkapkan kedua gubernur dalam konferensi pers di Balai Kota DKI seusai melakukan koordinasi di kantor Fauzi Bowo, kemarin. "Peraturan presiden (perpres) tentang pengaturan pembangunan terpadu dan sinkronisasi tata ruang Jakarta dengan daerah penyangga (Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, dan Cianjur) segera turun," kata Heryawan.

Perpres itu sebagai payung hukum bagi kedua pemerintah daerah untuk melaksanakan pembangunan terpadu dalam koridor sinkronisasi tata ruang bersama. "Pembangunan Jabodetabekjur saling mendukung dan tidak merugikan pihak mana pun."

Menteri Dalam Negeri Mardiyanto pada Juni lalu menjanjikan perpres megapolitan yang mengurusi persoalan daerah Jabodetabekjur segera terbit. Permasalahan tersebut meliputi banjir, sampah, bahan baku air, dan transportasi.

Heryawan yang juga mantan Wakil Ketua DPRD DKI mengaku prihatin melihat fakta di Puncak. Pegunungan digunduli dan di atasnya dibangun vila, hotel, wisma, dan gedung komersial.

Padahal hutan pegunungan dan bukit di kawasan itu diproyeksikan sebagai daerah resapan untuk menahan air hujan agar tidak langsung masuk ke hulu 13 sungai, antara lain Kali Ciliwung, Kali Pesanggrahan, Kali Moocervard, Kali Krukut, Kali Sunter, Kali Cakung, dan Kali Cipinang.

Heryawan menilai kebijakan Belanda mengubah pegunungan di kawasan Puncak menjadi perkebunan teh sebuah kekeliruan. Keberadaan hutan sangat besar manfaatnya mengatasi banjir di Jakarta.

"Memang daerah Bogor tidak banjir karena Belanda menanam pohon tanaman keras di celah-celah perkebunan teh. Namun, bangsa kita tidak tahu apa manfaat tanaman keras itu sehingga dibiarkan mati. Harusnya diremajakan agar lestari," lanjut Heryawan.

Belanda memang membuat solusi atas perubahan hutan pegunungan Puncak menjadi perkebunan teh dengan membangun Banjir Kanal Barat (BKB). Rencananya menyusul Banjir Kanal Timur (BKT). Ketika konsep itu mau dilaksanakan, Indonesia keburu merdeka. Di tangan Indonesia, selama 63 tahun, masih tahap pembebasan tanah.

Langkah yang mendesak harus dilakukan, menurutnya, membangun Situ Ciawi dan merevitalisasi waduk lama di kawasan Puncak agar menahan air masuk ke hulu sungai. "Sedangkan bangunan yang melanggar tata ruang di Puncak akan kami tertibkan karena bisa menimbulkan kerusakan lingkungan dan bencana," tandasnya.

Banjir di Jakarta akan berkurang bila Pemprov DKI bekerja sama dengan daerah penyangga seperti Bogor, Bekasi, Depok, dan Tangerang merevitalisasi situ-situ lama yang tidak terawat di sepanjang Kali Ciliwung, Kali Pesanggrahan, dan Kali Cipinang.

Di sisi lain, Fauzi Bowo mengaku telah melakukan berbagai upaya mencegah banjir, antara lain menormalisasi dan mengeruk 13 sungai bekerja sama dengan Departemen Pekerjaan Umum (DPU). "Kami menormalisasi dan mengeruk menggunakan APBD DKI sambil menunggu bantuan Bank Dunia sebesar Rp1,2 triliun lewat pemerintah pusat," terangnya. (Ssr/J-1)



Post Date : 07 Agustus 2008