|
Gunung Kidul, Kompas - Guna mengatasi persoalan kekeringan pada musim kemarau, setidaknya 42 sumber air dalam di gua-gua dan mata air di Kabupaten Gunung Kidul, DI Yogyakarta, mulai diangkat. Upaya ini akan memenuhi kebutuhan puluhan ribu jiwa di Gunung Kidul yang saat ini kesulitan air. Saat ini pengangkatan air tengah berlangsung di Gua Plawan, Desa Giricahyo, dan Gua Manggung, Desa Giriasih, Kecamatan Purwosari. Kepala Bidang Cipta Karya Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Gunung Kidul Khaeruddin mengatakan, potensi air di Gua Plawan mencapai 40 liter per detik, tetapi untuk sementara baru dapat diambil 4 liter per detik dengan menggunakan genset. Adapun dari Gua Manggung akan diambil 3 liter per detik dengan menggunakan pompa dorong bertenaga listrik. Air dari dua gua ini dapat menyuplai kebutuhan sekitar 2.000 warga di sekitarnya. "Masyarakat setempat kesulitan air dan sangat bergantung pada bantuan air dari tangki-tangki milik pemerintah. Mereka membutuhkan secepatnya pemanfaatan air ini," tutur Khaeruddin, Senin (4/9). Pengangkatan air di 38 mata air lainnya yang berlokasi di Kecamatan Patuk dan Gedangsari juga akan dimulai akhir September ini. Menurut Khaeruddin, begitu banyak mata air muncul pascagempa bumi beberapa waktu lalu mendorong pemerintah berpikir memanfaatkannya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang sumurnya justru mengering akibat perubahan struktur tanah pascagempa. Dengan pemanfaatan mata air ini, kebutuhan air bagi puluhan ribu warga di dua kecamatan itu akan bisa terpenuhi. Pemerintah Kabupaten Gunung Kidul juga akan membangunkan 100 unit hidran umum yang masing-masing berkapasitas 5.000 liter. Hidran itu bermanfaat sebagai penampungan air suplai dari pemerintah, sekaligus sebagai penampungan umum selama musim hujan nanti. Menurut Khaeruddin, pemanfaatan air akan melalui sistem swadaya mandiri. Artinya, masyarakat akan berpartisipasi bagi keberlangsungan pengelolaan air. "Masyarakat diharapkan membentuk kelompok yang bertugas mengelola pemanfaatan air tersebut," ujarnya. Menurut pemantauan Kompas, di sejumlah telaga yang belum kering semakin banyak warga yang datang untuk mengambil air, mencuci, dan mandi. Itu, misalnya, terlihat di Telaga Jrakah, Kecamatan Semanu, meski airnya sudah berwarna hijau keruh. Warga membuat lubang-lubang di pinggiran telaga agar air dari tengah telaga tersaring masuk ke lubang itu. Kenyataan seperti itu juga terjadi di Telaga Tanjung, Desa Pacarejo, Semanu. "Kami membuat sumur-sumur seperti ini supaya bisa dapat air. Uang kami tak cukup kalau air untuk mandi dan mencuci juga harus beli," tutur Tumiyem, warga Desa Pacarejo. (ITA) Post Date : 05 September 2006 |