Pulau Ambon Hadapi Krisis Air Bersih

Sumber:Kompas - 15 Juli 2006
Kategori:Air Minum
Ambon, Kompas - Maraknya alih fungsi lahan untuk tempat relokasi pengungsi pascakonflik membuat luas daerah resapan air di Ambon terus berkurang.

Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Ambon George Manussama, Jumat (14/7), mengatakan, jika permasalahan alih fungsi daerah tangkapan air untuk permukiman itu tidak segera diatasi, diperkirakan 10 tahun mendatang Ambon akan mengalami krisis air bersih.

Banyak daerah resapan air di Kota Ambon, seperti Gunung Nona, Kusu Kusu, dan Air Besar, kini beralih fungsi menjadi daerah permukiman. Terbatasnya lahan dan keengganan warga tinggal di daerah permukiman yang berbeda komunitas membuat daerah resapan air banyak berubah menjadi wilayah permukiman.

Dampak alih fungsi lahan tersebut sungguh terasa. Jika musim hujan, sejumlah sungai di Ambon, seperti Sungai Batumerah, Batugajah, Waitomu, dan Wainuru, meluap hingga membanjiri permukiman sekitar sungai. Adapun saat kemarau, warga sulit mendapatkan air bersih.

Makin berkurangnya ketersediaan air di Ambon dirasakan oleh salah satu dari dua perusahaan penyedia air bersih di pulau itu. Untuk melayani sekitar 4.300 pelanggan, perusahaan tersebut memerlukan air sedikitnya 50 liter per detik. Namun, pada musim kemarau air yang didapat dari sejumlah sumber yang dimiliki hanya 30 liter per detik.

Untuk mencari sumber air bersih baru sulit dilakukan. Karakteristik Pulau Ambon, yakni pulau kecil dengan struktur lahan berbatu karang, membuat sumber air sulit diperoleh.

Pertambahan penduduk di Ambon cukup tinggi akibat urbanisasi dan perkembangan kota sebagai pusat pemerintahan, ekonomi, dan pendidikan di Maluku. Luas daratan Kota Ambon yang hanya sekitar satu persen dari luas daratan Maluku berpenduduk sekitar 20 persen dari jumlah penduduk Maluku.

Penggalian sumur untuk memperoleh air bersih sulit dilakukan karena sebagian besar wilayah adalah pegunungan dan pesisir pantai. Jika hujan turun, warga menampung air dalam bak-bak beton. Jika tidak, warga terpaksa membeli air dengan harga Rp 50.000-Rp 80.000 per truk tangki (5.000 liter).

"Daerah-daerah yang sudah beralih fungsi harus segera ditata ulang," kata George Manussama. Penataan ulang dengan menghijaukan kembali daerah-daerah yang sudah terbuka. Sulit mengosongkan daerah yang sudah telanjur dijadikan permukiman. (MZW)

Post Date : 15 Juli 2006