|
Jakarta, Kompas - PT Perusahaan Air Minum Jaya menolak membayar pajak air permukaan kepada Pemerintah Kabupaten Purwakarta. PT PAM Jaya mengaku sudah membayar semua tagihan yang terkait dengan pasokan air baku dari Waduk Jatiluhur ke PT Jasa Tirta II. Direktur Utama PT Perusahaan Air Minum (PAM) Jaya, Hariadi Priyohutomo, menegaskan hal tersebut, Minggu (24/8) di Jakarta, untuk menanggapi tagihan pajak dari Pemkab Purwakarta, yang disampaikan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, pekan lalu. Sebelumnya, Heryawan meminta agar Pemprov DKI Jakarta membayar sejumlah dana untuk penggunaan air baku Waduk Jatiluhur kepada Pemkab Purwakarta. Jumlah dana yang dianggap sebagai utang sejak 2003 itu mencapai miliaran rupiah. Hariadi mengatakan, PT Jasa Tirta II yang mengelola Waduk Jatiluhur sudah menyalurkan air baku ke PT PAM Jaya sejak 1980-an. Tiba-tiba Pemkab Purwakarta, melalui sebuah perda, meminta pajak air permukaan sejak 2003. PT PAM Jaya, kata Hariadi, tidak dapat tunduk pada perda Purwakarta karena Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang pengelolaan sumber daya air tidak mengamanatkan pembayaran untuk penggunaan air sungai. ”Jika ingin pajak air permukaan dari Waduk Jatiluhur, silakan meminta dari PT Jasa Tirta II,” kata Hariadi. Kebocoran Untuk meningkatkan pasokan air bersih ke pelanggan, PT PAM Jaya mendesak kedua operatornya untuk menekan tingkat kebocoran. Sampai saat awal 2008, tingkat kebocoran PT Palyja mencapai 44 persen dan PT Aetra 53 persen. Menurut Hariadi, usaha penurunan kebocoran yang sangat efektif ditunjukkan PT Aetra dengan operasi antipencurian air. Usaha itu mampu menekan tingkat kebocoran sampai 50 persen. Salah satu operasi antipencurian air digelar di Sunter Agung, Jakarta Utara, Kamis (21/8). Operasi itu mampu menyelamatkan 60.000 meter kubik air dari pencurian. (ECA) Post Date : 25 Agustus 2008 |