MOJOKERTO - Proyek Sanitasi melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) 2009 sebesar Rp 2,4 miliar di Kota Mojokerto menuai kritik masyarakat. Meski tahapan pengerjaannya baru mencapai 30 persen, mereka menilai proyek yang dikerjakan oleh Dinas PU itu belum sesuai harapan.
Salah satunya dalam perencanaannya tidak melibatkan masyarakat. Serta tidak dilengkapi dengan bio digester (mesin pengolah kotoran ternak menjadi biogas) yang bisa dimanfaatkan warga sekitar. ''Meski baru 30 persen jadi, tapi saya melihat bangunan sanitasi itu tidak seperti sanimas yang dilengkapi bio digester," ungkap Ketua RW Ketua RW I RT 3 Lingkungan Kemasan, Kelurahan Blooto, Kecamatan Prajurit Kulon Bambang Irianto, kemarin.
Untuk Kota Mojokerto dalam proyek DAK sanitasi ini mendapat bantuan dari pemerintah pusat sebanyak 6 unit. Diantaranya berada di Kelurahan Blooto, Kelurahan Meri dan Kelurahan Wates. Satu unit sanitasi diketahui menggunakan anggaran sebesar Rp 400 juta.
Bambang menuturkan, dalam pengerjaan yang baru dilakukan proses pengecoran lubang septic tank dan pengecoran dinding dasar, dia melihat prosesnya cenderung berbeda dengan program sanimas yang sudah dijalankan Bina Sosial Ekonomi Terpadu (BEST) di beberapa kelurahan lainnya. Diantaranya dalam proses pelaksanaan melibatkan masyarakat dan memenuhi asas manfaat karena menggunakan septic tank yang dilengkapi bio digester.
''Tapi dalam DAK ini sepertinya tidak ada. Justru lubang septic tank di bangunan kotak seperti pembuangan kotoran toilet biasa," terangnya.
Selain nilai kemanfaatan, Bambang mengaku prihatin dengan kondisi material bangunan yang digunakan karena terkesan asal-asalan. Meski anggaranya bernilai ratusan juta, material yang didatangkan justru dianggap kurang berkualitas. ''Tidak seperti pasir pada umumnya. Pasir yang digunakan warnanya terkesan merah,'' tuturnya.
Dengan begitu pihaknya mengaku khawatir jika nanti bangunan yang dikerjakan tidak sesuai harapan masyarakat. Yakni bertahan lama dan bisa memproduksi energi gas.
Memang untuk lokasi proyek sanitasi yang kini dikerjakan di lahan bengkok Lingkungan Kemasan, perangkat RT dan RW sebelumnya mendapat pemberitahuan. Jika di lingkungan tersebut akan ditempati satu dari dua DAK yang di dapat Kelurahan Blooto.
Namun, dalam tahap perencanaan maupun proses sosialisasi, warga merasa tidak pernah dilibatkan. ''Makanya sebelum terlanjur selesai, setidaknya sanitasi ini bisa disamakan dengan Sanimas BEST. Sebab itu sesuai dengan standar nasional. Baik dari sisi lingkungan hidup maupun proses pengolahan kotorannya,'' papar Bambang.
Sementara tenaga fasilitator program Sanimas, Iwut Widiantoro, mengaku sejauh ini belum mengetahui proses pelaksanaan DAK untuk 6 unit sanitasi yang dikerjakan oleh Dinas PU. Namun, jika dibandingkan dengan hasil sanitasi yang sudah berjalan di Lingkungan Kota Mojokerto memang melalui beberapa tahapan dan pertimbangan. Semisal, lebih dulu melakukan pendataan rumah penduduk yang tidak dilengkapi toilet (WC), melakukan sosialiasi tentang asas manfaat pendirian sanitasi, melibatkan masyarakat dalam proses pembangunan. Serta melengkapi sanitasi dengan bio digester sebagai proses pengolahan kotoran menjadi energi gas.
''Alat itu (bio digester, Red) bisa menghitung tekanan gas. Dan bentuk septiktenknya pun tidak asal-asalan, seperti bangunan kuba,'' paparnya.
Dengan demikian, Iwut menduga jika DAK yang sedang dilaksanakan di Kota Mojokerto tanpa dilengkapi bio digester, khawatir limbah yang ada tidak sesuai standart kesehatan. ''Kalau bunyinya Sanitasi semestinya tidak jauh dari Sanimas. Artinya kalau sekadar untuk MCK (mandi cuci kakus, Red) sama saja tidak tahu maksud dan fungsinya," tegas Iwut.
Sedangkan perihal tersebut, Kepala Dinas PU Kota Mojokerto Joko Suhariyanto belum memberikan penjelasan. Beberapa kali Darmo berusaha mengkonfirmasi, namun telepon pribadinya (HP) dalam kondisi tidak aktif. (ris/yr)
Post Date : 13 Oktober 2009
|