|
Jakarta, Kompas - Tiga tahun setelah proyek dalam skema Mekanisme Pembangunan Bersih di Indonesia dibuka, proyek pertama akhirnya disetujui Dewan Eksekutif Mekanisme Pembangunan Bersih pertengahan Maret 2008. Sertifikat itu atas proyek penggunaan bahan bakar alternatif oleh PT Indocement Tunggal Prakarsa. ”Itu sertifikat reduksi emisi Indonesia pertama yang disetujui. Dari Indonesia ada 47 proyek yang sudah mendaftarkan diri,” kata Sekretaris Komisi Nasional Mekanisme Pembangunan Bersih (Komnas MPB) Prasetyadi Utomo di Jakarta, Senin (24/3). Dari 47 proyek, 13 di antaranya sudah terdaftar di Dewan Eksekutif MPB Kerangka Kerja Konvensi Perubahan Iklim PBB (UNFCCC). Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Development Mechanism/CDM) merupakan mekanisme di bawah skema Protokol Kyoto yang memungkinkan jual beli karbon antara negara maju yang wajib mereduksi emisi karbonnya dan negara berkembang. Kerja sama dapat melalui pembangunan kapasitas atau transfer teknologi dalam proyek pengurangan emisi karbon di negara berkembang atau miskin. Sesuai dengan data UNFCCC, sertifikat (certified emission reductions) tahap pertama yang dikeluarkan untuk proyek Indocement 14 Maret 2008 mencapai 17.635 ton karbon, dengan harga per ton 13-15 dollar AS. Persetujuan tahap kedua pada proyek yang sama, 63.332 ton, akan dikeluarkan dalam waktu dekat. Menurut Prasetyadi, Indocement berhasil mengurangi penggunaan batu bara dalam proses pembakaran untuk produksi semen, di antaranya menggunakan sekam padi dan serbuk gergaji. Selain proyek itu, Indocement juga mengajukan proyek lain, yakni blended cement. Proyek itu mengurangi bahan tertentu dalam membuat semen yang berpotensi mengeluarkan emisi. Dari data Sekretariat CDM UNFCCC, persetujuan proyek lain di Indonesia yang dikeluarkan dalam waktu dekat adalah proyek pengembangan PT Indotirta Suaka, tahap pertama 23.474 ton. Proyek itu memodifikasi pengolah limbah cair peternakan babi hingga emisi metana yang berhasil ditangkap dan dihancurkan. Ada beragam proyek di Indonesia, seperti konversi bahan bakar ramah lingkungan, pengolahan limbah, energi bersih. Regulasi baru Ketua Komnas MPB Masnellyarti Hilman mengatakan, untuk memudahkan pendataan, pihaknya akan menyusun regulasi baru. Di antaranya, laporan pihak pengembang proyek ke komnas yang kini belum diharuskan. Laporan akan digunakan untuk publikasi dan sosialisasi kepada publik atau kalangan industri. Komnas MPB kini mempertimbangkan kemungkinan ada ”bagi hasil” dari pengembang proyek. ”Keperluan biaya evaluasi sebelum disetujui Komnas MPB diambil dari APBN. Ini berarti subsidi. Setelah ada hasil, barangkali ada mekanisme menghilangkan subsidi,” lanjutnya. Menurut Prasetyadi, ada peningkatan ketertarikan mengembangkan proyek MPB. Dari 47 proyek sejak 2005, 23 di antaranya didaftarkan pada Januari-Maret 2008. (GSA) Post Date : 25 Maret 2008 |