|
Kyoto, Rabu - Protokol Kyoto, yang bertujuan untuk memperlambat pemanasan global, hari Rabu (16/2) mulai berlaku, tujuh tahun setelah tercapai kesepakatan untuk menerapkan pembatasan pada emisi karbon dioksida dan gas-gas lain yang menurut para ilmuwan menyebabkan naiknya suhu dunia, melelehkan gletser, dan membuat permukaan laut naik. Sejumlah 141 negara-yang menyebabkan sekitar 55 persen emisi gas rumah kaca-telah meratifikasi kesepakatan yang dirundingkan di ibu kota kuno Jepang, Kyoto, tahun 1997 itu. Kesepakatan itu menyatakan perlunya pengurangan emisi 5,2 persen dari tingkat pada tahun 1990, sebelum tahun 2012. Yang menjadi sasaran protokol itu adalah karbon dioksida dan lima gas lainnya yang dapat memerangkap panas di atmosfer dan diyakini menjadi penyebab meningkatnya suhu global, yang menurut banyak ilmuwan telah mengacaukan lingkungan dan pola cuaca bumi. Amerika Serikat (AS) dan Australia telah menolak untuk meratifikasi protokol tersebut dengan alasan ekonomi. AS, negara yang menyebabkan emisi terbesar gas rumah kaca di dunia, mundur dari kesepakatan itu tahun 2001 dan menolak meratifikasi dengan mengatakan hal itu akan merugikan ekonominya dan protokol tersebut tidak sempurna karena tidak menerapkan restriksi emisi dari negara-negara yang industrinya berkembang pesat, seperti China dan India. "Kami telah mengimbau AS untuk bergabung. Namun, negara yang merupakan pengemisi terbesar dunia belum bergabung dan itu patut disesalkan," kata juru bicara Pemerintah Jepang, Sekretaris Kabinet Hiroyuki Hosoda, pada wartawan. Australia, satu-satunya negara maju lainnya yang tidak bergabung, membela keputusan itu, dengan Menteri Lingkungan Ian Campbell mengatakan bahwa negara itu dalam arah untuk mengurangi emisi sampai 30 persen. "Sebelum para pembuat polusi utama dunia, seperti AS dan China, menjadi bagian dari Kesepakatan Kyoto, maka (protokol) itu nyaris tak ada gunanya dan merugikan bagi negara seperti Australia untuk ikut meratifikasi," ujar Perdana Menteri Australia John Howard hari Rabu di Canberra. Pemberlakuan Kesepakatan Kyoto itu tertunda oleh syarat bahwa sedikitnya negara-negara yang menyebabkan 55 persen emisi dunia harus meratifikasinya. Sasaran tersebut tercapai tahun lalu-hampir tujuh tahun setelah pakta itu dinegosiasikan-dengan bergabungnya Rusia. Organisasi-organisasi lingkungan dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan, pakta itu merupakan langkah pertama yang krusial dalam mencoba memperlambat naiknya suhu, meningkatnya permukaan laut, dan kacaunya cuaca. Namun, beberapa negara berkembang menyatakan pakta itu tidak adil karena tak memasukkan negara berkembang seperti India, China, dan Brasil. Sekretaris Jenderal PBB Kofi Annan mengimbau persatuan global. "Perubahan iklim adalah masalah global. Itu memerlukan respons global bersama," katanya dalam rekaman pidato yang diudarakan pada upacara menyambut berlakunya protokol itu di Kyoto, Jepang, Rabu. "Saya mengimbau komunitas dunia untuk berani, untuk taat pada Protokol Kyoto, dan untuk bertindak cepat dalam mengambil langkah-langkah berikutnya. Kita tidak bisa membuang-buang waktu lagi." Di Sydney, pahatan es berbentuk kanguru dan koala meleleh dalam sebuah demonstrasi oleh kelompok-kelompok lingkungan atas penolakan Australia untuk meratifikasi pakta itu. PM John Howard mengatakan bahwa Protokol Kyoto buruk untuk industri dan secara tak adil tidak memasukkan negara yang cepat berkembang seperti India dan China. Wakil Ketua Lembaga Konservasi Australia Peter Christoff mengecam Howard atas sikapnya itu. Dia menyebutkan, sudah saatnya Howard terlibat dalam upaya untuk menghadapi perubahan iklim secara global itu. "Australia kehilangan kesempatan. Saya rasa itu memalukan," ujar Christoff. "Kyoto memberi kita dasar yang sangat solid untuk kebijakan iklim kita," kata Klaus Toepfer, Kepala Program Lingkungan PBB, UNEP. Kristian Tangen, Kepala lembaga analisis Point Carbon di Oslo, menuturkan, ada risiko kesepakatan itu gagal setelah 2012 karena kecil kemungkinan negara-negara berkembang utama akan ikut serta setelah 2012 kalau AS tidak bergabung. Sasaran protokol itu berbeda- beda, tergantung kawasan. Uni Eropa menyatakan akan mengurangi emisi sampai 8 persen. (AP/REUTERS/AFP/DI) Post Date : 17 Februari 2005 |