|
CIREBON, (PR).-Projek pengadaan air bersih di Blok Cadasngampar Kel. Argasunya Kec. Harjamukti Kota Cirebon senilai hampir Rp 1 miliar yang didanai APBD 2006, akhirnya terkena penalti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Akibatnya pelaksana projek, yakni PT Sarana Graha harus membayar kompensasi 5% dari nilai projek atau sekitar Rp 48 juta ke kas daerah. Menurut informasi, penalti oleh BPK diputuskan setelah melakukan audit terhadap projek tersebut pada awal Juni lalu. Projek yang dimulai sejak Oktober 2006 lalu, seharusnya selesai pada Desember 2006. Namun karena sejumlah kendala, projek itu diperpanjang dua kali melalui adendum. Adendum pertama 20 Desember sampai dengan 17 Februari 2007 dan adendum kedua 18 Februari sampai 17 Juni 2007 mendatang. Menurut warga sekitar, lokasi pengeboran untuk mencari air tanah tersebut berpindah-pindah sampai lima titik. Pindahnya titik pengeboran disebabkan oleh patahnya mata bor. Padahal menurut Lurah Argasunya, Tasmadi, warga sangat berharap projek itu cepat selesai. Menurut Tasmadi, harapan warga agar projek tersebut cepat selesai sangat beralasan. Pertama, air bersih merupakan barang langka di wilayah Argasunya. "Satu-satunya wilayah yang tidak mungkin dijangkau oleh layanan air bersih dari PDAM di Kota Cirebon adalah Kelurahan Argasunya, karena letaknya paling tinggi di wilayah kota," katanya. Kedua, lanjutnya, bagi warga Blok Cadasngampar dan sekitarnya, pengadaan air bersih dari sumur artesis bisa menjadi solusi atas tercemarnya sumur-sumur warga oleh air sampah dari tempat pembuangan akhir (TPA) Kopiluhur yang lokasinya kurang dari 1 km. "Sejak tahun 2005, sumur warga di beberapa RW di Kelurahan Argasunya memang tercemar air sampah yang meresap ke dalam tanah, sehingga berbau dan berwarna hitam," katanya. Kurang pengalaman Sementara itu, pejabat pembuat komitmen (semacam pimpro-red.) yang juga Kepala Seksi Pengawasan SDA dan Bina Marga Dinas Permukiman dan Prasarana Wilayah (Kimpraswil) Kota Cirebon Sunanto saat dikonfirmasi, Minggu (10/6), mengakui adanya penalti tersebut. Secara jujur, Sunanto juga mengakui keterlambatan penyelesaian projek sampai terjadi dua kali adendum, karena kurangnya pengalaman dalam penggarapan projek serupa. Menurut Sunanto, akibat kurangnya pengalaman, banyak hal atau langkah yang terlewat. Menurut dia, keterlambatan penyelesaian projek karena titik pengeboran harus berpindah-pindah sampai lima kali akibat mata bor patah. "Ditambah lagi kontraktor Cirebon 'kan tidak ada yang memiliki spesialisasi pengeboran untuk membuat sumur," katanya. Sunanto berharap, projek akan selesai pada 17 Juni bertepatan dengan batas waktu projek. "Untuk sarana yang lain seperti bak penampungan dan 12 hidran yang akan dikelola oleh kelompok pengguna air sebenarnya sudah siap, tinggal menunggu keluarnya air itu," katanya. Sebenarnya, kata Sunarto, sebelum dilakukan pengeboran sudah dilakukan survei geolistrik yang menghabiskan dana Rp 4,8 juta, yang dilakukan oleh orang yang berpengalaman. (A-92) Post Date : 11 Juni 2007 |