|
Martapura, Kompas - Para petani di Belitang, Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur, Sumatera Selatan, mengeluhkan rendahnya produksi gabah dan rusaknya tanaman padi akibat banjir yang melanda kawasan ini, dua pekan lalu. Kerugian yang diderita petani cukup besar sehingga mereka membutuhkan bantuan modal berupa pupuk dan bibit untuk memulai masa tanam susulan. Kawasan pertanian tanaman padi Belitang saat ini mulai memasuki musim panen. Pada Jumat (28/1) ini, rencananya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan melaksanakan acara panen raya di kawasan Belitang. Banjir yang melanda Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur dua pekan lalu, menurut data dari Dinas Pertanian dan Hortikultura Sumatera Selatan, telah mengakibatkan 8.889 hektar sawah puso, dari total 17.169 hektar yang terendam. Hampir semua tanaman padi di kabupaten itu berada di kawasan Belitang, yang terletak sekitar 40 kilometer timur laut Martapura, ibu kota Ogan Komering Ulu Timur. Menurut Rusdi, petani di Desa Sido Makmur, Kecamatan Belitang I, Kamis (27/1), padinya sudah mulai berbulir ketika banjir selama empat hari mulai melanda. Banjir setinggi satu meter tersebut menyebabkan banyak bulir padi yang tidak berisi atau gabug, meskipun secara fisik tanaman itu tidak mati. Banyak bulir padi sudah menguning, tetapi tidak merunduk karena tidak berisi. Selain karena banjir, banyak padi juga menjadi gabug karena datangnya hama sundep yang datang setelah banjir. Hama itu mengisap bulir padi sehingga isinya kosong. Kondisi yang hampir sama dialami oleh Sukimin, petani Desa Sidogede. Umur tanaman padinya kurang dua minggu sebelum memasuki masa panen, ketika banjir dari Sungai Komering melanda sawahnya. Akibatnya, banyak padi yang menjadi gabug dan hasil panen merosot sebanyak 25 persen. Kondisi itu diperparah dengan tingginya persentase beras yang remuk. Biasanya, Sukimin dapat membawa pulang 2,25 ton gabah kering panen dari 0,8 hektar sawahnya. Saat ini, jumlah panen itu merosot drastis menjadi 1,7 ton. Dengan harga gabah Rp 1.350 per kilogram, Sukimin hanya mendapatkan pendapatan bersih Rp 2,43 juta. Butuh bantuan Jumlah itu dirasakan Sukimin tidak memadai untuk memulai musim tanam berikutnya karena hampir setengah dari jumlah yang didapat harus digunakan untuk membayar biaya tanam musim lalu sebesar hampir Rp 1 juta. Karena itu, Sukimin mengharapkan bantuan dari pemerintah untuk pengadaan bibit dan pupuk agar musim tanam mendatang dapat dimulai tepat waktu. Bantuan serupa juga diharapkan oleh Marsudi, petani Desa Suka Jaya, yang sawahnya rusak total karena berada di tepi Sungai Komering. Menurut Marsudi, banjir yang mengalir deras mengakibatkan tanaman padinya yang baru berumur 30 hari mati semua. Padahal, dia sudah mengeluarkan biaya Rp 1,2 juta untuk menanami 1,3 hektar sawahnya. Tanpa bantuan pemerintah, kata Marsudi, mustahil baginya memulai musim tanam baru karena modalnya sudah habis. Pinjaman dari tetangga juga sulit didapat, mengingat mereka juga mengalami nasib yang sama. Sampai saat ini, kata para petani, tidak ada bantuan apa pun dari pemerintah untuk menghidupkan kembali pertanian di kawasan itu. Bantuan pertanian itu sangat penting karena banyak petani akan mengalami penurunan hasil panen. Belitang merupakan kawasan lumbung beras terbesar di Sumatera Selatan. Kawasan yang didominasi oleh generasi kedua dan ketiga transmigran dari Jawa itu mampu menghasilkan 1,5 juta ton hingga 1,8 juta ton gabah kering giling, dari dua juta ton yang dihasilkan Sumsel setiap tahunnya. Dengan jumlah sawah yang terendam di kawasan ini 8.889 hektar, ribuan petani Belitang telah mengalami kerugian yang tidak sedikit akibat banjir dua pekan lalu. (ECA) Post Date : 28 Januari 2005 |