Bagi Prapti Wahyuningsih (32), limbah apa pun seakan bisa dimanfaatkan. Tak heran, baju sobek, pecahan genteng, beling, kayu, dan puntung rokok akan diterima dengan senang hati. Bahkan, siapa sangka gigi dan potongan rambut bisa dijadikan produk kerajinan.
"Gigi yang tanggal, misalnya, saya jadikan semacam liontin, he-he-he," kata perempuan yang akrab disapa Ningsih itu. Bagi sejumlah orang, memegang potongan gigi bisa jadi terasa jijik. Namun, gigi itu tidak tampak pada liontin jika ditatap sekilas. Orang tak akan menyangka jika bagian dari liontin itu ternyata potongan gigi....
Masih banyak produk daur ulang lain yang bisa dihasilkan warga Desa Mandalamekar, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung, itu. Ningsih bisa membuat tas, topi, dompet, sandal, hiasan, dan kotak pensil berbahan baku limbah.
Aktivitas Ningsih bermula pada 2008 ketika ia menjalankan usaha katering kecil-kecilan di Jalan Bengawan, Bandung. "Saya diberi modal oleh pengelola bangunan Rp 150.000. Waktu dikasih, saya hanya berpikir bagaimana supaya saya tidak minta lagi," ujarnya.
Saat itu sampah kemasan makanan dan minuman menjadi timbunan. Bungkus gula, kopi, dan mi instan, pikir Ningsih, harus dimanfaatkan. "Saya jadi ingat waktu kecil, janur bisa dibuat menjadi dompet. Akhirnya, saya iseng-iseng bikin dua dompet dari limbah kemasan," katanya.
Uang Rp 100.000 diterima dari teman yang menerima dompet itu. Sebenarnya, Ningsih tak menghasilkan produk daur ulang secara tetap. Ia memang tak ada niat membuka usaha produk daur ulang. Keinginannya hanya mengajari mereka yang ingin belajar membuat produk itu.
Tak sekadar terima
"Saya sekadar ingin berbagi ilmu. Pernah, saya diberi bantuan uang Rp 300.000 untuk membayar kontrakan," katanya. Namun, Ningsih tak mau sekadar menerima uang.
Ia pun membuatkan rompi pengendara sepeda motor dan dua jas hujan dari limbah kemasan plastik berukuran tebal sebagai balas budi. Karena itu, harga produk daur ulang diserahkan kepada mereka yang pernah diajari Ningsih.
Seorang binaan Ningsih, misalnya, bisa membuat tas dengan panjang 25 cm dan lebar 20 cm dengan harga Rp 25.000. Tanpa perlu lem dan hanya dianyam, tas itu bisa dibuat dalam waktu 12 jam. Adapun dompet dijual Rp 10.000.
Di tempat lain, Yayat Dadang Hidayat (44), mengumpulkan busa bekas sofa untuk dijadikan isi boneka. Limbah itu dibeli dengan harga Rp 1.500 per kg dan dijual lagi Rp 1.750 per kg. Warga Kelurahan Melong, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi, itu juga menggantungkan hidupnya dari mengumpulkan lembar plastik, potongan kain, dan kabel usang.
Sementara itu, Yudi (25) menjalankan usaha dengan mengolah limbah menjadi berkah. Di Kelurahan Jatihandap, Kecamatan Mandalajati, Kota Bandung, ia membeli berbagai logam tak terpakai. Logam seperti besi dan aluminium itu kemudian dijual ke pabrik-pabrik di Jakarta. Limbah tersebut diperoleh dari daerah sekitar, seperti Ujungberung, Padasuka, dan Cicaheum.
Setiap hari lebih dari 1 ton logam ditampung. Harga besi berkisar Rp 2.400-Rp 3.200 per kg dan aluminium sekitar Rp 3.000-Rp 16.000 per kg. Yudi mendapatkan keuntungan sekitar Rp 200- Rp 300 per kg dari menjual besi dan Rp 500-Rp 1.000 per kg dari aluminium. Dwi Bayu Radius
Post Date : 06 Maret 2010
|