|
Jakarta, Kompas - Privatisasi air oleh perusahaan multinasional di negara berkembang, termasuk Indonesia, tak terlepas dari korupsi. Padahal, air yang sesungguhnya menjadi kebutuhan dasar rakyat justru bergeser menjadi komoditas. Hal ini diungkapkan Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII) Rizal Malik saat menyampaikan Laporan Korupsi Global (Global Corruption Report) tahun 2008 di Kantor TII, Jakarta, Kamis (26/6). ”Pemerintah selayaknya memerhatikan korupsi di sektor air. Berbagai bentuk penyelewengan dalam pengelolaan air bersih yang diduga dilakukan PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) menyebabkan tidak efisiensinya sektor ini. Akibatnya, masyarakat menanggung biaya lebih tinggi untuk mendapatkan air bersih,” kata Rizal. Ia melanjutkan, sektor air termasuk rentan terhadap korupsi. Inefisiensi yang terjadi dalam manajemen keuangan PDAM terlihat dari utang ke berbagai lembaga keuangan, seperti Bank Dunia, belum terbayarkan. ”Privatisasi lalu dijadikan jalan keluar untuk mengatasi masalah itu, seperti yang dilakukan PDAM DKI Jakarta. Padahal, setelah diprivatisasi, tak terbukti berubah menjadi efisien. Ternyata, inefisiensi keuangan terjadi,” ujar Anung Karyadi dari TII. Zumrotin K Susilo dari TII menambahkan, privatisasi bukan berarti membiarkan air yang menjadi hak dasar rakyat diserahkan pada mekanisme pasar. ”Privatisasi juga memerlukan intervensi pemerintah untuk melindungi hak dasar rakyat. Misalnya, di Jakarta Utara, pemerintah seharusnya menyediakan hidran air gratis bagi rakyat sehingga mereka bisa mengakses air,” ujar Zumrotin. Dian Kartikasari, Deputi Direktur INFID, mengatakan, lembaga keuangan internasional, seperti Bank Dunia, tahu PDAM tidak mampu membayar, tetapi mereka tetap mengucurkan uang sehingga terjadi privatisasi. (vin) Post Date : 28 Juni 2008 |