|
KARANGASEM - Privatisasi pelayanan air bersih, terutama di perkotaan, sampai kini masih menjadi perdebatan. Olivier Hoedeman, peneliti institusi air dari Belanda, menilai privatisasi layanan air bukan langkah tepat untuk masa depan. "Langkah itu distraksi dari solusi yang sebenarnya untuk menjamin akses air bersih bagi seluruh masyarakat," tuturnya di aula PDAM Solo, kemarin. Dia mengemukakan hal itu saat berbicara pada seminar "Strategi Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum" hasil kerja sama PDAM Solo dengan Amrta Institute for Water Literacy. Seminar tersebut juga menampilkan Santiago Arconada Rodriquez, peneliti air dari Venezuela, serta Abimanyu, Direktur Utama PDAM Solo. Menurut Olivier, lebih 90% penduduk dunia yang memiliki akses air bersih justru dilayani oleh badan publik. Satu-satunya jalan realistis untuk menjamin air bersih bagi ratusan juta orang yang belum memiliki akses, adalah melalui badan publik. "Hal itu menjadi semakin relevan, karena perusahaan swasta hampir tidak mungkin mau berinventasi di kota-kota miskin akibat tidak adanya jaminan keuntungan," jelas dia. Ia menyebutkan, banyak cara untuk meningkatkan efektivitas dan akuntabilitas layanan air. Di kota, banyak perbaikan tercapai lewat peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan. Sementara itu, Abimanyu menyebutkan saat ini perusahaan yang dia pimpin siap memproduksi air siap minum. Namun, produksinya baru untuk pelayanan masyarakat secara sosial. Beberapa hidran umum yang khusus untuk air siap minum, menurut dia, sudah dipasang; antara lain di depan Kantor PDAM Jalan Adisucipto Solo. "Pelayanan air siap minum untuk umum yang kami kelola, baru kali pertama di Indonesia. Untuk kebutuhan pelanggan, perlu penyesuaian tarif," tuturnya. (sri-27a) Post Date : 19 Agustus 2005 |