|
JAKARTA - Banjir yang melanda Jakarta setiap tahun tidak hanya merendam permukiman warga tetapi juga merusak ruas jalan Ibukota. Dinas Pekerjaan Umum (DPU) DKI Jakarta, mencatat setiap tahunnya sekitar 60 kilo meter (km) jalan di Ibukota rusak akibat banjir. Menurut Kepala DPU DKI, Fodly Misbach, dari total 6.000 km jalan yang terdiri dari 5.000 km jalan lokal dan 1.000 km jalan arteri, sekitar 60 km jalan selalu rusak akibat banjir setiap tahun. "Setiap tahun kami harus melakukan perbaikan jalan yang rusak akibat banjir. Itu butuh dana yang tidak sedikit," kata Fodly, akhir pekan lalu. Untuk tahun ini, lanjutnya, telah disiapkan dana Rp 60 miliar untuk perbaikan jalan, meningkat dari Rp 40 miliar pada tahun lalu. Anggaran sebesar itu, belum termasuk dana yang disiapkan di Suku Dinas DPU DKI yang mencapai Rp150 miliar. Menanggapi hal ini, Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta, H Sayogo Hendrosubroto, SIP, wajar jika Dinas Pekerjaan Umum (PU) hanya dapat melakukan perbaikan jalan dengan sistem tambal sulam, dikarenakan terbatasnya anggaran yang diperoleh Dinas PU. Pasalnya, saat ini anggaran yang tersedia untuk pengerjaan jalan memang lebih diprioritaskan pada pembangunan penambahan atau pelebaran ruas jalan, serta pembangunan fly over, maupun underpass, dibandingkan untuk pengerjaan perbaikan jalan. "Meski demikian kita berusaha agar jalan-jalan di Jakarta tidak rusak berat sehingga membahayakan para pengguna jalan. Tetapi anggaran di Dinas PU memang lebih diprioritaskan untuk penambahan ruas jalan, karena untuk mengurangi kemacetan lalu lintas," tuturnya. Ia menjelaskan, bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta hingga tahun anggaran 2005 memang mash belum mencukupi kebutuhan anggaran bagi Pemprov DKI. Idealnya kebutuhan anggaran Pemprov baru akan terpenuhi apabila APBD DKI Jakarta mencapai Rp 30 miliar. "Kita kan juga tidak mungkin menambahkan anggaran Dinas PU, nanti pos-pos yang lain tidak kebagian. Agar semua sektor mendapatkan bagian dari APBD dengan baik, kita pun harus memilih untuk memprioritaskan anggaran yang lebih mendesak," katanya. Lebih lanjut Fodly mengatakan, dengan dana yang terbatas, perbaikan jalan yang dilakukan DPU DKI hanya sebatas tambal sulam, yakni dengan cara hotmix atau pelapisan aspal. Cara tersebut, harus diulang minimal tiga tahun sekali karena banjir yang menggenangi jalan akan merusak kembali lapisan aspal. "Tidak ada cara lain, kita hanya bisa tambal sulam karena untuk melapisi jalan dengan beton butuh dana besar. Biayanya bisa dua kali lipat dari dana hotmix," ujar Fodly. Dia mengatakan, saat ini, ada sejumlah jalan yang harus dilapisi beton, yaitu jalan yang memiliki beban tinggi serta sistem drainase yang buruk seperti di kawasan Jakarta Utara dan Jakarta Barat. Tahun ini, pihaknya berencana melapisi Jalan Yos Sudarso, Mampang, dan Kemang. Kurangi Genangan Mengenai bencana banjir yang terus mewarnai Kota Jakarta, Fodly mengatakan, hal itu memang harus dihadapi setiap tahun. Penyebabnya bukan saja karena 60 persen wilayah Jakarta berada di bawah permukaan laut, tapi juga karena prasarana yang ada belum mampu menampung aliran hujan dan banjir kiriman. Ditambah lagi, lanjutnya, titik rawan banjir di Jakarta belum dapat dikurangi. Sampai saat ini, tercatat 78 titik rawan banjir belum dapat tertangani dengan baik karena belum tuntasnya pembangunan Banjir Kanal Timur (BKT) yang diharapkan bisa jadi andalan penanganan banjir di ibukota. Meski demikian, Fodly mengungkapkan, pihaknya sudah dapat mengurangi masa genangan. Paa 2004, DPU DKI telah menambah dan memperbaiki pompa di kawasan Kapuk, Penjaringan, Pluit, Setiabudi, Kemayoran, dan Cempaka Putih. "Tahun ini, DPU akan meningkatkan daya tampung dengan memperdalam tiga waduk yakni Waduk Pluit, Tomang, dan Grogol. Dana yang dibutuhkan sebesar Rp 29 miliar termasuk untuk biaya pengolahan air limbah di Waduk Grogol," ujar Fodly. (J-9/Y-6) Post Date : 31 Januari 2005 |