|
Jakarta, Kompas - Wakil Gubernur DKI Jakarta Prijanto menegaskan, sulit mengatasi genangan dan banjir yang terjadi di Jakarta karena terbatasnya anggaran antisipasi banjir. Saat ini dana yang tersedia dalam APBD 2007 hanya Rp 272 miliar, padahal untuk mengatasi banjir dibutuhkan Rp 1,2 triliun. "Banyak sekali perbaikan saluran drainase dan pengerukan sungai yang harus dilakukan untuk mengurangi risiko banjir. Di sisi lain, anggaran sangat terbatas sehingga harus dibagi-bagi ke banyak lokasi sehingga hasilnya tidak akan optimal," kata Prijanto, Jumat (2/11), saat meninjau pintu-pintu air di Jakarta Pusat, Jakarta Barat, dan Jakarta Utara. Anggaran yang ada saat ini, kata Prijanto, dipergunakan untuk membangun dan memperbaiki jaringan drainase baru, pengerukan, perbaikan pompa, dan pemeliharaan. Sejak banjir Februari lalu, belum dilakukan perbaikan drainase yang berarti. Pekerjaan perbaikan itu baru dimulai minggu lalu. "Untuk melakukan pengerukan di seluruh sungai, dibutuhkan dana sekitar Rp 300 miliar. Untuk memperbaiki seluruh jaringan drainase di DKI Jakarta, diperlukan dana sekitar Rp 1,2 triliun," kata Kepala Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta Wishnu Subagyo Yusuf. Saat ini, lanjutnya, dinas pekerjaan umum sedang memperbaiki drainase lingkungan dan kolektor di 230 lokasi se-Jakarta. Perbaikan di lokasi itu menjadi prioritas karena sering menyebabkan genangan air di jalanan dan memicu terjadinya macet. Dari pengamatan Kompas, di Jalan Palmerah Utara, pekerja sibuk membersihkan saluran drainase dari sumbatan sampah. Tutup drainase dari beton terpaksa diangkat agar pekerja dapat masuk dan membersihkan saluran drainase yang selalu menyebabkan genangan saat hujan. Sementara itu, kata Wishnu, pengerukan sungai sedang dilakukan di anak Sungai Ciliwung, mulai dari Jembatan Merah sampai Stasiun Kota. Muara dan bagian tengah Banjir Kanal Barat dan Cengkareng Drain juga akan dikeruk. "DKI seharusnya memiliki kapal keruk sendiri karena ada 13 sungai yang perlu dikeruk. Jika memiliki kapal keruk, anggaran normalisasi sungai dapat ditekan," kata Prijanto. Keterbatasan anggaran diperparah dengan rusaknya beberapa pompa air utama. Di rumah pompa Setiabudi, empat dari enam mesin yang ada rusak. Akibatnya, daya sedot air untuk mengurangi genangan di kawasan itu juga berkurang. Pompa-pompa yang rusak itu milik pemerintah pusat sehingga Pemprov DKI Jakarta belum menganggarkan dana untuk perbaikan. Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo mengatakan, Pemprov DKI segera memperbaiki semua pompa air yang menjadi tanggung jawabnya. Penyelesaian masalah banjir menjadi salah satu prioritas utama Pemprov DKI Jakarta karena dapat menyebabkan kelumpuhan kota. Banjir pada awal Februari lalu menyebabkan 80 persen aktivitas di Jakarta lumpuh selama tiga hari. Banjir itu menyebabkan kerugian ekonomi lebih dari Rp 6 triliun. (ECA) Post Date : 03 November 2007 |