Prigen Mulai Krisis Air

Sumber:Jawa pos - 13 November 2006
Kategori:Air Minum
PRIGEN - Sebagian kawasan di Desa Pecalukan Barat, Kecamatan Prigen Kabupaten Pasuruan mulai krisis air. Warga di kawasan tersebut mengaku kesulitan untuk mendapatkan air bersih yang bersumber dari sejumlah mata air. Sejumlah area persawahan terancam mengalami kekeringan.

Kondisi ini langsung memantik reaksi tokoh masyarakat setempat, Joko Cahyono. Joko menjelaskan, kondisi ini sangat berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Kondisi ini bukan semata-mata karena kemarau tahun ini yang berlangsung lebih panjang. Tapi karena sumber mata air lebih banyak diserap pengusaha untuk villanya dan pemilik kolam renang pribadi.

Menurut Joko, sebelum kekuatan modal itu masuk, warga relatif tak pernah kesulitan air bersih yang berasal dari lereng Welirang tersebut. "Kini, beberapa sumber mata air itu lebih banyak dikuasai para pemilik villa dan sejumlah pengelola kolam renang pribadi lainnya," terang Joko yang juga anggota Komisi B DPRD Kabupaten Pasuruan ini.

Seorang warga mengakui kesulitan untuk memanfaatkan sumber mata air di Pecalukan Barat. "Karena kita memang dilarang untuk mengambil dari sumber mata air yang sama dengan yang diambil mereka (pengusaha, Red)," kata lelaki yang enggan namanya disebutkan itu.

Sebenarnya, warga bisa memanfaatkan air dari sumber mata air yang ada. Namun, debit air untuk warga sangat kecil. Pasalnya, peralatannya memang tidak seimbang. Standar pipa yang dipakai warga lebih kecil dibanding dengan yang dipakai para pemilik villa. "Kalau warga paling besar 2 dim, mereka (pengusaha, Red) bahkan sampai 5 dim," terang warga.

Sementara itu, menurut pantauan Radar Bromo di lapangan, penurunan debit air juga terlihat di kawasan air terjun Kakek Bodo. Di tempat ini, debit air terjun yang biasanya mengalir cukup deras pun terlihat cukup landai. "Airnya sudah banyak berkurang," kata salah seorang petugas.

Selain karena musim kemarau menurunnya debit air itu juga disebabkan banyaknya pipanisasi air dari sumber ke villa-villa dalam jumlah besar.

Sementara itu, menurut Joko Cahyono, ancaman krisis air yang dialami warga itu tidak akan pernah terjadi jika ada ketentuan yang secara jelas mengatur bagaimana distribusi air secara adil. Selama ini, warga hanya mendapatkan kesempatan yang lebih sedikit dari para pemilik modal dalam hal pemanfaatan air tersebut.

"Mentang-mentang berduit, mereka kemudian membuat peralatan yang mampu menyedot air dalam jumlah yang lebih besar," jelasnya. Akibatnya, lanjut, Joko, beberapa sumber air dalam skala kecil yang notabenenya dikuasai warga pun mati. "Dan, jangan disalahkan kalau banyak warga yang terpaksa menyuntik air dari beberapa pipa besar itu," tambahnya.

Karena itu, menurutnya, sudah saatnya bagi pemerintah untuk bertindak proaktif. "Misalnya, dengan membuat peraturan mengenai bagaimana perizinanya atau batasan maksimal pipa yang dipakai, agar tidak ada kesan bahwa hanya orang-orang berduit lah yang bisa memanfaatkan suber-sumber itu," jelasnya. "Kalau tidak, bukan tidak mungkin masalah ini akan memicu konflik horizontal," sambungnya. (aad)



Post Date : 13 November 2006