Jakarta, Kompas - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan pentingnya tindak lanjut dari Persetujuan Kopenhagen untuk menyusun protokol baru penanganan perubahan iklim di tingkat global. Di tingkat nasional, Indonesia segera merumuskan rencana aksi untuk merealisasikan target penurunan emisi hingga 26 persen pada 2020.
Presiden Yudhoyono mengemukakan hal itu ketika membuka rapat singkat, Minggu (20/12), setibanya di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, setelah melakukan kunjungan kerja ke Belgia, Perancis, Jerman, dan mengikuti pertemuan puncak Konferensi Perubahan Iklim PBB di Kopenhagen, Denmark.
Kedatangan Presiden dan rombongan yang juga terdiri dari sejumlah menteri dan gubernur itu disambut Wakil Presiden Boediono; Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa; Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono; Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto; Menteri Negara Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng; Kepala Polri Bambang Hendarso Danuri; serta Panglima TNI Djoko Santoso.
Sebelumnya, saat memberikan keterangan pers ketika transit penerbangan di Dubai, Uni Emirat Arab, Sabtu (19/12) menjelang tengah malam, Presiden menjelaskan, Persetujuan Kopenhagen memang belum memuaskan, tetapi menjadi solusi karena dalam konferensi yang telah melibatkan lebih dari 120 kepala negara/pemerintahan itu gagal dicapai konsensus.
Presiden menjelaskan, pasca-Persetujuan Kopenhagen, pada pertengahan 2010 akan dilakukan kembali perundingan yang lebih substantif di Jerman. Kemudian dilanjutkan dengan Pertemuan Para Pihak ke-16 (COP-16) di Meksiko pada akhir 2010.
Melalui proses perundingan ini diharapkan dapat disusun protokol baru sebagai lanjutan Protokol Kyoto yang periode pertamanya berakhir pada 2012. Presiden Yudhoyono juga menekankan pentingnya protokol baru disusun dengan memetik pelajaran dari kegagalan implementasi Protokol Kyoto.
”Indonesia akan terus aktif berkontribusi tahun depan, sepanjang tahun, agar benar-benar bulat didapat satu kerangka baru dari apa yang sudah di-endorse itu sehingga semua lebih jelas dan gamblang,” ujar Presiden.
Sementara itu, pada tingkat nasional, Presiden mengatakan bahwa pemerintah akan memutakhirkan rencana aksi nasional untuk memastikan teradopsinya Persetujuan Kopenhagen dalam kebijakan nasional.
Rencana aksi nasional itu juga akan langsung disusun sejalan dengan rencana aksi pemerintah daerah, khususnya sejumlah provinsi yang memiliki hutan-hutan utama di Indonesia.
”Tidak perlu menunggu protokol baru, kita harus terus bergerak. Dengan sikap kita yang kritis tapi tidak konfrontatif, tapi kooperatif, sehingga benar-benar bisa mendapatkan kerja sama yang baik,” ujar Presiden.
Kerja sama internasional
Tawaran kerja sama internasional, termasuk dukungan bagi Indonesia untuk menurunkan emisi dengan meningkatkan pengelolaan hutan, juga diperoleh Presiden Yudhoyono dalam pertemuan bilateral dengan sejumlah kepala negara dalam rangkaian kunjungannya, pekan lalu di Eropa. Presiden, antara lain, melakukan pertemuan bilateral dengan Presiden Komisi Eropa Jose Manuel Barroso, Presiden Perancis Nicolas Sarkozy, serta Kanselir Jerman Angela Merkel.
Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa, yang ditemui saat menjemput Presiden di Halim Perdanakusuma, mengatakan, Indonesia akan mempersiapkan diri untuk menjalankan mekanisme pemantauan, pelaporan, dan verifikasi (MRV) terkait dengan penurunan emisi karbon dan pembiayaannya.
”Tadi Presiden menegaskan, sebelum orang luar melakukan MRV terhadap kita, kita harus melakukan MRV terhadap diri kita sendiri. Nah, sistemnya ini akan kita bentuk, akan kita bangun, dan sistem nasional ini harus tangguh sehingga kita nanti bisa mengevaluasi semua kegiatan, agenda, dan rencana aksi nasional kita untuk menurunkan emisi sampai 26 persen pada 2020,” ujar Hatta. (DAY)
Post Date : 21 Desember 2009
|