|
KLATEN - Keberadaan preman yang menguasai titik aliran air pertanian meresahkan petani. Mereka memungut ongkos kepada petani yang lahannya akan dialiri air. Akibatnya, petani yang tidak mampu membayar sejumlah uang tidak mendapat jatah air. Adanya preman air tersebut diungkap kembali dalam sarasehan untuk memperingati Hari Air di Umbul Geneng, Desa Ngrundul, Kecamatan Kebonarum, Kabupaten Klaten, Senin (25/4). Acara yang diselenggarakan kelompok petani setempat itu menjadi ajang melepaskan unek-unek terutama soal air pertanian. ''Preman air itu beraksi dengan mengatasnamakan petani tapi kenyataannya mereka justru memberatkan petani. Bagaimana tidak? Mereka memungut ongkos dari petani,'' ujar Kades Karanglo, Kecamatan Klaten Selatan, HY Sukamto. Preman yang terdiri atas empat orang itu nurut banyu (mengupayakan air) dari hulu agar sampai ke daerahnya pada musim kemarau. Kemudian, mereka menguasai titik aliran air sehingga petani yang ingin lahannya mendapat air harus ''berurusan'' dengan mereka. Kalau ingin lahan garapannya dialiri air, petani harus membayar Rp 25.000 - Rp 50.000 tergantung pada jarak. Akibat ulah preman tersebut, jatah aliran air tidak berlaku lagi. Sebab semua dikuasai para preman, sehingga yang tidak membayar tak kebagian air. Sukamto bersama perangkat desa dan petani pernah adu mulut dengan para preman pada suatu malam. Para preman mempertahankan ''daerah kekuasaannya'' walau aparat desa berbekal surat resmi dari Subdinas Pengairan. ''Keberadaan preman telah merusak jadwal pembagian air yang sebelumnya sudah ada. Kini semua tergantung pada mereka. Saya sudah melaporkan ke Subdinas Pengairan DPU, tapi sampai sekarang belum bisa diatasi,'' ujar Sukamto. Hampir semua petani di daerah hilir mengeluhkan kesulitan mencari air pada musim kemarau. Akibatnya, sering terjadi bentrok antarkelompok petani gara-gara rebutan air. Masalah tersebut belum dapat dicari penyelesaiannya. ''Bagaimana jika tiap pintu air diberi petugas untuk mengatasi para preman. Kalau bisa digaji pemerintah atau diangkat PNS biar sekaligus mengurangi pengangguran,'' tutur Diman, wakil petani Desa Ngrundul. Dalam acara yang dihadiri Dirut PDAM Klaten Samto SE MM, petugas Subdin Pengairan, dan para perangkat desa itu, petani mengeluarkan keluh kesahnya. Sayang, forum itu tidak bisa mencairkan sebuah penyelesaian masalah. Dihubungi secara terpisah, Kepala Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Klaten H Soekemi ST MM mengemukakan, Subdinas Pengairan tidak mempunyai kewenangan untuk mengatur perjalanan air sampai ke desa-desa. Petugas Subdinas Pengairan hanya mengatur air di pintu air milik Pemkab saja.(F5-92j) Post Date : 26 April 2005 |