|
SEBAGAI kota metropolitan, Semarang diadang persoalan sampah. Data Dinas Kebersihan Kota Semarang menunjukkan, setiap hari produksi sampah di ibu kota Jawa Tengah ini mencapai 1.100 ton atau 3.500 meter kubik. Dari jumlah itu, sebanyak 500 ton atau 1.500 meter kubik ‘’dibuang’’ di TPA Jatibarang. Sampah, di satu sisi, memang merupakan masalah besar. Tapi, pada keping lainnya, sampah juga menyimpan potensi yang tidak kalah besarnya. Potensi itulah, yang dilihat PT Narpati Agung Karya Persada Lestari. Perusahaan yang berkantor pusat di Jakarta itu, menggagas pendirian pabrik pengolah sampah menjadi pupuk organik. Dirut PT Narpati, Ismawan Haryono menilai, TPA Jatibarang memiliki potensi sampah yang cukup besar. Jumlah sampah yang masuk ke TPA itu, kata dia, mencukupi untuk produksi pupuk organik pada pabrik yang akan dibangunnya. Dipaparkan, jumlah 220 ton sampah organik yang dibutuhkan itu setara dengan 265 ton atau 825 m3 sampah campuran. Jika volume sampah yang masuk TPA Jatibarang stabil, menurut dia, tak ada persoalan untuk produksi UPPSO. Nihil Residu Ismawan menjelaskan, pabrik pengolah sampah yang didirikannya menggunakan teknologi Eatad-International Bio Recovery (IBR) dari Kanada, yang memiliki kelebihan dari sisi nihil residu (zero waste). Dengan sistem itu, akan dihasilkan pupuk padat dan pupuk cair dengan kualitas ekspor, yang akan ditampung sepenuhnya oleh pihak IBR. Selain itu, teknologi Eatad-IBR memiliki sejumlah keunggulan, yakni ramah lingkungan, kemudahan operasional, serta jaminan teknologi. Output berupa pupuk organik akan diambil sepenuhnya oleh IBR dengan mekanisme off take agreement. ‘’Dari hasil studi kelayakan yang kami lakukan, UPPSO layak dibangun di TPA Jatibarang. Pasokan bahan baku berupa sampah memungkinkan pengolah sampah itu dibangun,’’ kata dia. Sebelum PT Narpati, telah ada tiga perusahaan yang berminat mengolah sampah TPA Jatibarang, yakni PT Anugerah Lestari, PT Primatari, dan PT Gikoko Kogyo Indonesia. Dua perusahaan yang disebut pertama tidak berlanjut karena kabarnya kesulitan mencari investor. Yang masih berjalan, kerja sama dengan PT Gikoko, perusahaan yang bergerak dalam bidang manajemen udara bersih, pemanfaatan sumber daya biomassa, dan pengembangan proyek Mekanisme Pembangunan Bersih atau Clean Development Mechanism (CDM). ‘’CDM adalah mekanisme yang mengatur penurunan gas rumah kaca menjadi material carbon credit yang bisa diperjualbelikan,’’ kata Project Development & Engineering PT Gikoko, Petrus Panaka. Dari penjualan carbon credit itu, PT Gikoko akan maraup pendapatan. Sebagian dari penghasilan bersih itu diinvestasikan ke Kota Semarang untuk perbaikan manajemen persampahan, sebagian lagi untuk program pengembangan masyarakat.(Achiar M Permana-41) Post Date : 08 April 2008 |