Pontianak Reduksi CH4

Sumber:Kompas - 22 Oktober 2007
Kategori:Sampah Luar Jakarta
Jakarta, Kompas - Kota Pontianak sudah berhasil menjual sertifikat reduksi metana yang dibeli oleh Belanda. Penjualan sertifikat reduksi metana yang sejalan dengan program mekanisme pembangunan bersih sudah selayaknya didorong. Upaya reduksi metana tersebut bisa dilakukan di tingkat daerah.

"Teknologi untuk mereduksi metana (CH4) dari sampah merupakan bagian penting dari wacana pemanasan global. Tetapi, masyarakat dan pemerintah tetap perlu memerhatikan produk utama, yaitu penanganan sampah yang sifatnya harus komprehensif," kata Ketua Umum Asosiasi Persampahan Indonesia (Indonesia Solid Waste Association/Inswa) Sri Bebassari, Minggu (21/10) di Jakarta.

Menurut dia, pengelolaan metana tersebut harus diwajibkan memenuhi prosedur penanganan sampah yang ideal, yaitu meliputi pemilahan, pengomposan, daur ulang, dan sanitary landfill.

Hingga kini belum ada satu pun tempat pembuangan akhir (TPA) sampah di Indonesia yang bisa ideal seperti itu.

Dia menegaskan, upaya mereduksi metana melalui TPA memang harus terus didorong. Akan tetapi, persoalannya, hal itu tidak bisa terlepas dari metode pengelolaan sampah yang ideal.

Secara terpisah, Sugeng Harjo Subandi, anggota Tim Mekanisme Pembangunan Bersih (MPB) Kota Pontianak, ketika dihubungi melalui telepon mengatakan, saat ini sudah ada kesepakatan untuk penjualan sertifikat reduksi metana dari TPA Batulayang Pontianak. Belanda sudah sepakat membeli 350.000 sertifikat reduksi metana sesuai program Mekanisme Pembangunan Bersih (MPB) Protokol Kyoto.

"Kesepakatan pembelian itu untuk selama 10 tahun. Rencananya, operasional dimulai pada 2008 nanti. Hitungan nilai uang dari penjualan sertifikat itu masih akan bergantung pada jumlah reduksi metananya nanti," kata Sugeng, mantan kepala Dinas Kebersihan Kota Pontianak.

Menurut Sugeng, TPA Batulayang seluas 16,5 hektar beroperasi sejak tahun 1996 dengan volume sampah saat ini berkisar 300.000 ton. Pemerintah Kota Pontianak menempuh kerja sama penanganan sampah dengan PT Gikoko Kogyo Indonesia selama 21 tahun antara 2006-2027.

"Kapasitas angkut sampah sekarang mencapai 984 meter kubik per hari," kata Sugeng.

Bangunan instalasi cerobong untuk pembakaran metana, menurut Sugeng, sekarang juga sudah diuji coba.

Gas metana disedot dari kedalaman tujuh meter dari tumpukan sampah yang ada. "Untuk pembelajaran di wilayah kota dan kabupaten lainnya, sampai sekarang sedikitnya sudah ada 20 proposal yang mengajukan permintaan studi penerapan pola kerja sama itu," kata Sugeng.

Metana merupakan salah satu jenis gas rumah kaca yang memiliki daya rusak setara 21 kali lipat karbon dioksida (CO). Di Pontianak, reduksi metana melalui pembakaran itu mengacu pada program Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Development Mechanism/CDM) sesuai Protokol Kyoto.

Lebih lanjut, Bebassari mengingatkan, berbagai teknologi pengelolaan sampah saat ini perlu diintegrasikan dengan kegiatan pemilahan, pengomposan, dan daur ulang. Teknologi reduksi metana semestinya juga terintegrasi ke dalam sistem sanitary landfill, yaitu penutupan sampah dengan memerhatikan aspek kesehatan lingkungan, seperti mengalirkan lindi (cairan sampah), untuk kemudian didaur ulang. (NAW)



Post Date : 22 Oktober 2007