PLTS di Negara Maju Mulai Ditinggalkan

Sumber:Kompas - 14 Mei 2007
Kategori:Sampah Luar Jakarta
Bandung, Kompas - Kesadaran masyarakat untuk mengelola sampah secara mandiri dapat mengurangi persoalan dalam pengelolaan sampah di Kota Bandung. Dengan demikian, Pemerintah Kota Bandung tidak perlu mencari lahan sebagai tempat pembuangan akhir.

Demikian pikiran yang berkembang dalam seminar dan lokakarya "Pengelolaan Sampah Kota yang Ramah Lingkungan dan Berbasis Komunitas" di Hotel Santika, Bandung, Sabtu (12/5).

"Saya meyakini, pemberdayaan masyarakat untuk mengelola sampah masih menjadi alternatif terbaik," kata Ketua Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS) Mubiar Purwasasmita, salah satu pembicara dalam seminar.

Menurut Mubiar, meskipun teknologi yang ditawarkan canggih, kalau tidak dibarengi pemberdayaan masyarakat, hal itu akan sia-sia. Penumpukan sampah seperti yang terjadi di Kota Bandung erat kaitannya dengan perilaku dan budaya masyarakat.

Mubiar menjelaskan, penyebutan sampah saja telah mngindikasikan ada pandangan keliru di masyarakat. Sebab, sampah seolah merupakan barang yang tidak ada manfaatnya. Padahal, kalau diberi perlakukan benar, barang yang dianggap sampah memiliki nilai ekonomis.

Untuk itu, Mubiar mengusulkan agar masyarakat disadarkan dan digerakkan untuk mengola sampah dari tingkat rumah tangga. Salah satu caranya antara lain dengan pengomposan. "Dengan pengomposan, rumah tangga bisa zero waste (bebas sampah), dan masyarakat bisa mengambil keuntungan secara ekonomi," ujarnya. Tidak perlu biaya

Pengomposan, kata Mubiar, tidak perlu biaya besar. Warga cukup memisahkan sampah organik dengan anorganik. Kemudian, sampah organik dimasukkan ke dalam wadah, entah itu karung atau galon lalu diberi starter (mol). Tiga minggu atau sebulan kemudian, sampah itu menjadi kompos.

Cara lainnya, kata Mubiar, dengan menggunakan mesin tekan (press). Volume sampah yang dipadatkan bisa menyusut hingga 80 persen, sementara beratnya bisa direduksi hingga 40 persen sebab kadar airnya telah berkurang. Dengan demikian, pemerintah tidak perlu menambah truk pengangkut.

Mubiar menjelaskan, pembangkit listrik tenaga sampah (PLTS) di beberapa negara maju mulai ditinggalkan. Di Perancis, kata Mubiar, PLTS ditutup karena dalam susu sapi ditemukan dioksin. Zat berbahaya ini diduga berasal dari PLTS.

Pakar hukum lingkungan Universitas Katolik Parahyangan Asep Warlan Yusuf mengatakan, pemerintah perlu memberi insentif kepada masyarakat yang berperan dalam pengelolaan sampah.

"Pemerintah juga harus dapat membangun kelembagaan masyarakat yang memerhatikan penekanan produksi sampah yang tidak ramah lingkungan, seperti plastik dan sejenisnya. Dalam jangka menengah perlu ada pembuatan raperda sampah," ujarnya.

Namun, Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Kota Bandung Nana Supriatna mengatakan, PLTS merupakan solusi terbaik untuk menangani sampah Kota Bandung. Warga tidak bisa lagi mengandalkan tempat pembuangan akhir karena cara ini hanya menggunakan pola kumpul, angkut, dan buang. (MHF)



Post Date : 14 Mei 2007