SURABAYA - Indonesia termasuk salah satu negara yang kaya air dengan rata-rata curah hujan 2.779 milimeter per tahun. Namun akibat ketidaktahuan masyarakat untuk melestarikan dan menghemat sumber air, menyebabkan Indonesia terancam krisis air, termasuk di Kota Surabaya.
Karena itu, perlu gerakan dalam rangka melestarikan sumber air untuk kelangsungan hidup generasi selanjutnya. Seperti digagas kelompok pergerakan PKK Kota Surabaya. Sebagai upaya mendorong budaya hemat air, kelompok yang dimotori oleh ibu-ibu rumah tangga ini bekerjasama dengan Molto Ultra membuat program hemat air bagi masyarakat. Dengan program ini diharapkan masyarakat sadar
akan pentingnya air sehingga mereka turut serta dalam melestarikan sumber air.
"Upaya menjaga kelestarian air bukan hanya tanggungjawab pemerintah, namun perlu dukungan masyarakat," kata Ketua Tim Pergerakan PKK Kota Surabaya Dyah Katarina saat launching program
Sekali Bilas dan Hemat Air untuk Kota Surabaya, Jumat (26/3) pagi di gedung PKK Jl Tambaksari No 11 Surabaya.
Dalam sambutannya, Dyah meminta segenap elemen masyarakat, khususnya ibu rumah tangga untuk menjadi pelopor dalam memberikan kesadaran kepada masyarakat akan pentingnya kebutuhan air bagi kehidupan. "Tidak perlu melakukan perbuatan besar, dengan membuang sampah pada tempatnya, kita sudah ikut menjaga kelestarian air," imbuhnya.
Pembukaan program hemat air yang diikuti mayoritas kaum perempuan itu, juga dihadiri Pakar Sumber Daya Air Terpadu dari Universitas Indonesia (UI) Firdaus Ali, PhD, Senior Brand Manager Molto PT
Unilever Indonesia Desy Khoirunnisa, dan Environment Program Manager Yayasan Unilever Indonesia, Silvi Tirawati.
Di sela-sela acara, Firdaus Ali menjelaskan, ketersediaan air bersih perpipaan di Kota Surabaya dari segi kuantitas masih cukup yaitu sekitar 18.853 liter per detik dengan total populasi penduduk sekitar
3,5 juta jiwa. Namun dari segi kualitas sangat kurang layak untuk jadi bahan baku air bersih sebab tingkat pencemarannya tinggi.
"Dengan kondisi itu, pengelola air sulit meningkatkan kapasitas pengelolaan yang saat ini sekitar 8.830 liter per detik karena airnya tercemar. Hal itu bisa memicu krisis air di Surabaya," terang pria yang selama 24 tahun berkecimpung dalam kajian air itu.
Firdaus menambahkan, hal tersebut bukan hanya terjadi di Surabaya saja. Menurutnya, secara umum seluruh wilayah Indonesia sudah diambang
krisis air, khususnya untuk kota besar di Pulau Jawa, seperti di Jakarta.
Post Date : 26 Maret 2010
|