Pinjaman ke World Bank Ditunda

Sumber:Koran Sindo - 05 Maret 2007
Kategori:Air Minum
SUMEDANG (SINDO) Pemkab Sumedang memutuskan menunda pinjaman ke World Bank (WB) senilai Rp53 miliar untuk membangun fasilitas air minum di Kec Jatinangor. Pemkab menilai, pinjaman tersebut sangat berisiko.

Fasilitas air minum sebesar apa pun,kalau debit airnya tidak ada percuma. Kalau kita menerima pinjaman, tapi di musim kemarau debit air 100 liter/detik itu tidak terpenuhi, mau bayar pakai apa. Makannya, kita tunda dulu, ujar Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kab Sumedang Dede Hermasah, kemarin.

Menurut dia, jika ternyata dalam perjalanannya pemkab tidak bisa membayar cicilan ke World Bank,maka Dana Alokasi Umum (DAU) dari pemerintah pusat untuk Kab Sumedang bisa saja dipotong. Pinjaman tersebut beda dengan pengembangan ikan air tawar. Kalau ini, World Bank langsung meminjamkan uang ke pemkab dan tidak melalui pemerintah pusat. Kita yang bertanggung jawab penuh.Kalau kita tak bisa bayar, maka DAU kita bisa dipotong.

Bisa-bisa semua PNS di Sumedang tidak digaji,katanya. Untuk itu,dalam tiga bulan ke depan pemkab melalui Dinas Pengairan Sumedang akan membuat kajian ilmiah di Daerah Aliran Sungai (DAS) yang menjadi sumber mata air fasilitas air minum di Jatinangor nanti. Kajian ini telah dibuat terlebih dahulu oleh Castalia, sebuah lembaga yang ditunjuk World Bank untuk menyukseskan misi World Bank. Kajian Castalia ternyata hanya di hulu DAS Citarik, tidak sampai ke hilir.

Nanti bagaimana kalau pinjaman telah cair, ternyata air di hilir tiba-tiba diboikot petani dari daerah tetangga,tandas Dede. Sekitar bulan Desember 2006 lalu,World Bank yang dimediasi PDAM Tirta Medal Sumedang menawarkan pinjaman lunak kepada Pemkab Sumedang untuk membangun fasilitas air minum di Kec Jatinangor. Pada saat itu angka yang muncul baru Rp30 miliar, namun belakangan angka berubah menjadi Rp53 miliar. Konsepnya, fasilitas air minum akan disewakan kepada pihak swasta sebagai operator melalui tender di mana mereka akan menyumbang 20% total pembiayaan.

Sisanya atau 80%- nya dibiayai dari dana pinjaman World Bank. DAS Citarik yang berhulu di Curug Cinulang perbatasan Sumedang dengan Kab Bandung dipilih menjadi sumber mata air karena menurut Castalia, debit air di sana mencapai 100 liter/detik. Belakangan, ucap Dede, konsep pembiayaan 80-20% itu tidak disetujui World Bank. Konsep 20% oleh operator ternyata tidak disetujui World Bank, jadi pemkab harus menyediakan dana penyertaan 20%.

Pada akhirnya,100% dana akan ditanggung pemkab, tukas Dede. PDAM Tirta Medal yang selama ini menjadi mediator pembicaraan anatar pemkab dan World Bank, sangat berkepentingan dengan keberhasilan megaproyek ini. Pasalnya, uang sewa dari para operator akan menjadi masukan tersendiri bagi Pemkab Sumedang yang notabene turun ke PDAM sendiri.

Di satu sisi, PDAM diuntungkan karena setiap operator bisa meng-upgrade PDAM yang sedang kesulitan keuangan, baik secara teknologi maupun kompetisi. Menanggapi kajian tandingan dari pemkab yang berimplikasi pada mandeknya pembicaraan dengan World Bank, Humas PDAM Tirta Medal Cece Wahyu Gumelar mengaku, PDAM tidak keberatan dengan kebijakan yang diambil. Ini kan proyek jangka panjang, kita sendiri menyerahkan sepenuhnya kepada pemkab dan bupati sebagai pemilik PDAM,tuturnya. (rudini)



Post Date : 05 Maret 2007