|
Rumah di kanan-kiri gang di RW 003 di Sukun, Kota Malang, tampak asri dan bersih. Tanaman dalam pot tertata rapi di sekitar pagar rumah. Sebagian tanaman itu merupakan hasil penghijauan masyarakat yang dananya bersumber dari pinjaman Bank Sampah Malang. Untuk membayar pinjaman sebesar Rp 1,5 juta dari Bank Sampah Malang (BSM), pengurus RW setempat tidak perlu memungut dana dari masyarakat. Para pengurus hanya meminta dan menerima ”sumbangan” sampah rumah tangga warga. Belum ada setahun pemilahan dan pengumpulan sampah dilakukan, dana yang terkumpul dari iuran sampah warga mencapai Rp 5 juta. ”Banyak tetangga yang tanya kok sekarang tidak pernah ditarik iuran. Saya menjelaskan kalau kebutuhan kas bisa ditutup dari hasil pengumpulan sampah. Ini yang membuat warga semangat,” kata Agus Rianto, Ketua RT 001 RW 003, Sukun, Sabtu (3/11), di Malang. Dulu, warga ditarik iuran Rp 1.500 per bulan. Setelah ada pengumpulan sampah, mereka tidak perlu iuran lagi. Bahkan, hasil dari menyetor sampah bisa digunakan untuk membantu warga yang sakit atau berduka. Mendidik warga Perubahan itu bermula dari pendirian bank sampah di Kota Malang. Tidak hanya mengumpulkan sampah, bank yang didirikan pada 17 Agustus 2011 itu juga mendidik dan membantu warga mengelola keuangan dan lingkungan. Lingkungan menjadi bersih karena warga terbiasa memilah sampah kering (anorganik) dan sampah basah (organik). Sampah basah, seperti sisa makanan dan potongan sayur/buah dikumpulkan di tong pembuat kompos bantuan pemerintah kota yang ditempatkan satu tong untuk tiap dua rumah. Sampah kering, berupa kertas, plastik, seng, besi, aluminium, botol/kaca, dipisah untuk dikirim ke titik kumpul RT. Setiap dua pekan, sampah anorganik dikirim ke unit BSM untuk ditimbang dan dihitung harganya. Ada 70 jenis klasifikasi sampah di BSM. Tiap jenis dihargai tersendiri. Misalnya, botol air mineral Rp 4.000 per kg dan gelas air mineral Rp 3.750 per kilogram. Botol kaca sirup Rp 75 per botol dan botol kecap Rp 400 per botol. Hasil penjualan sampah dimasukkan buku tabungan. Bisa juga diberikan secara tunai. Kalau ditabung, sampah dihargai lebih tinggi sekitar Rp 50-Rp 100 per kg. Tabungan ini bisa diambil kapan saja, sesuai jenis tabungan nasabah. BSM punya beberapa jenis tabungan. Ada tabungan reguler, pendidikan, Lebaran, sembako, kepedulian sosial, dan lingkungan. Tabungan reguler bisa diambil kapan saja. Tabungan pendidikan hanya bisa diambil saat anak naik kelas atau masuk sekolah baru. Tabungan Lebaran yang paling populer, bisa diambil saat mendekati Lebaran. Tabungan sembako, setelah nominalnya cukup, bisa ditukar sembako. Pada tabungan kepedulian sosial, uang dipercayakan kepada BSM untuk disalurkan kepada warga yang membutuhkan. Adapun tabungan lingkungan digunakan untuk membiayai program penghijauan, pembuatan kompos, dan sebagainya. Bayar listrik Terobosan terbaru, BSM menjalin kerja sama dengan PT PLN Cabang Kota Malang untuk menggunakan sampah sebagai alat pembayaran tagihan listrik. Caranya, PLN menyediakan perangkat alat daring (online) di unit-unit BSM untuk menerima pembayaran tagihan listrik. Dalam waktu dekat, pengurus menjalin kerja sama untuk membuat tabungan pensiun. Hal ini menjadi salah satu keunggulan warga untuk menjual sampah ke BSM dibandingkan melego ke tukang rongsokan. ”Harga di BSM kami buat lebih rendah dibandingkan harga di tukang rongsokan agar tak mematikan kehidupan mereka. Namun, di BSM, warga terbantu mengelola uang,” kata Heri Pudji Utami, istri Wali Kota Malang, yang getol menggalakkan BSM. Menurut Direktur BSM Rahmat Hidayat, lembaganya memiliki 19.000 nasabah di 181 BSM yang tersebar di berbagai penjuru Kota Malang. Pengelolaan sampah oleh BSM mencapai 2 ton per hari dengan nilai Rp 2 juta. Bahkan, saat ini, BSM mampu mengakumulasi modal hingga Rp 500 juta. Ini didapatkan dari penjualan berbagai sampah itu ke pabrik pengolah. Wasto, Kepala Dinas Pertamanan dan Kebersihan Malang, menuturkan, pihaknya memberikan bantuan dua mesin pencacah plastik kepada BSM. Tujuannya agar nilai nominal sampah plastik meningkat signifikan. ”Kalau menjual botol Aqua cuma dihargai Rp 4.000 per kg. Namun, kalau sudah dalam bentuk potongan kecil Rp 8.000 per kg,” kata Wasto. Menurut dia, bisnis sampah membutuhkan ketelitian dan perhitungan detail. Ini karena keuntungannya kecil. Jika salah perhitungan, bisa menyebabkan kebangkrutan. Meski BSM terhitung sukses, keberadaannya masih harus diperluas agar berdampak signifikan pada lingkungan. Sebagai gambaran, sampah di Kota Malang sekitar 568 ton per hari. Sejauh ini yang sudah dikelola 539,43 ton (94,97 persen). Rinciannya, 70,54 persen dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir Supit Urang. Yang diolah menjadi kompos ataupun diterima lapak dan perajin 24,08 persen. Baru 0,35 persen sampah yang dikelola BSM. Ide kreatif dalam pengelolaan sampah dan mengubah kebiasaan memperlakukan sampah masih terus dibutuhkan. Seperti bank sampah yang awalnya tahun 2008 dibentuk oleh swadaya masyarakat di Bantul, Yogyakarta. Kini bank sampah telah meluas. Jumlah kota yang memiliki bank sampah meningkat dari 22 kota menjadi 41 kota. Jumlah sampah yang terkelola meningkat dari 755,6 ton per bulan menjadi 1.366,9 ton per bulan. Seiring perkembangannya, nilai transaksi meningkat dari Rp 1,6 miliar per bulan menjadi Rp 1,8 miliar per bulan. Dibutuhkan kreativitas agar bank sampah menarik diikuti warga. Salah satunya, ”Pinjam Uang Nyicil Sampah, Beli Sembako Pakai Sampah,” seperti yang dilakukan di Kota Malang. ICHWAN SUSANTO Post Date : 07 November 2012 |