Petani Mulai Krisis Air

Sumber:Kompas - 05 Juni 2012
Kategori:Air Minum
Magelang, Kompas - Sejumlah petani di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, mulai kesulitan air. Untuk dapat terus melanjutkan bercocok tanam, mereka harus menyedot air menggunakan diesel atau mengambil air dari sumur di rumah lalu disiramkan ke tanaman.
 
Darto (42), petani di Desa Tanjungsari, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, mengatakan, selama sebulan terakhir, petani tembakau di desa itu terpaksa menyewa mesin diesel untuk mengalirkan air dari sungai ke lahan pertanian. ”Saya menyewa mesin diesel selama dua minggu dengan ongkos sewa Rp 20.000 per jam untuk mengairi lahan pertanian tembakau seluas 2 hektar,” ujarnya, Senin (4/6). Jarak lahan pertanian Darto dengan sungai yang disedot airnya berkisar 100-200 meter.
 
Meski cocok ditanam saat cuaca panas, tanaman tembakau tetap membutuhkan pasokan air hingga usia tanaman 1,5 bulan. Tembakau yang ditanam petani di Desa Tanjungsari saat ini masih berusia 10-30 hari.
 
Lahan pertanian seluas 25 hektar di Desa Tanjungsari adalah lahan tadah hujan. Penyewaan mesin dilakukan karena dalam sebulan terakhir frekuensi hujan tidak menentu, dan tidak cukup untuk mendukung pertumbuhan tanaman tembakau.
 
M Zaeni (60), seorang petani, mengatakan, sejak memulai tanam tembakau 10 hari lalu, dia pun menyirami tanaman menggunakan air yang diambilnya dari sumur di rumah. ”Air saya ambil dengan ember, dan saya siramkan ke tanaman menggunakan gayung,” ujarnya.
 
Aris Siswanto, Kepala Desa Bojong, Kecamatan Mungkid, mengatakan, sejak banjir lahar dingin menerjang sarana irigasi di Kali Pabelan, maka 180 hektar sawah di Desa Bojong sulit mendapatkan air, dan tergantung pada pasokan air hujan. Aliran air irigasi baru diperoleh setelah mengeruk sebagian material di Kali Pabelan, dan memasang bronjong di sepanjang alirannya.
 
Embung dan waduk
 
Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menargetkan membangun 1.000 unit embung dan waduk untuk memenuhi kebutuhan air baku di 21 kabupaten/kota. Sampai saat ini sudah dibangun 522 unit embung dan waduk, sisa 478 unit ditargetkan terealisasi 2014. Tahun 2012 ini dibangun 150 unit embung.
 
Kini cuma 40 persen warga NTT terlayani air bersih melalui Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Sekitar 60 persen warga mengupayakan air bersih secara pribadi atau kelompok. Mereka gali sumur atau membeli air Rp 50.000–Rp 200.000 per tangki, tergantung dari jarak. Satu tangki berisi 5.000–6.000 liter. Ini hanya mencukupi kebutuhan tujuh hari bagi 4-7 anggota keluarga.
 
Koordinator Teknis Pengelolaan Pelaksanaan Jaringan Sumber Air Satuan Kerja Non Vertikal Tertentu (SNVT) NTT Dirjen Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum, Achmad Soehono, di Kupang, Senin, mengatakan, kapasitas embung terkecil berkisar 25.000–50.000 meter kubik, untuk kebutuhan 50-100 keluarga.
 
”Embung kecil dengan kapasitas seperti ini, menelan biaya pembangunan sekitar Rp 1 miliar. Kategori pengeluaran antara lain pembebasan lahan, pengadaan sarana dan prasarana, material bangunan, sewa alat berat, dan lainnya. Tetapi masalah paling krusial adalah pembebasan lahan dan anggaran. Masyarakat selalu berubah pikiran terkait pembebasan lahan,” kata Soehono.
 
Pejabat Pembuat Komitmen Satuan Kerja Pengelolaan Pelaksanaan Jaringan Sumber Air SNVT NTT, Alfred Lukas, mengatakan, curah hujan tinggi menghambat pembangunan embung. Jika hujan saat penggalian, kondisi tanah jadi berlumpur, dasar tanah bergeser bila dimasuki alat berat.(KOR/EGI)


Post Date : 05 Juni 2012