|
JAKARTA (Media): Puluhan petambak udang dan bandeng di Kampung Nagrak, Cilincing, Jakarta Utara, menuntut Gubernur DKI Sutiyoso memberikan ganti rugi Rp740 juta akibat Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah di Cilincing yang mencemari lingkungan, sehingga ratusan ribu ekor udang dan bandeng milik mereka mati. "Saya enggak mau nuntut apa-apa, kecuali menagih janji Sutiyoso yang mau memberikan ganti rugi. Para petambak telah mengalami kerugian sebesar Rp740 juta akibat tercemarnya air tambak oleh sampah yang menggunung hingga kini," kata Edi Subaedi kepada tiga anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta yang meninjau areal tambak yang tercemar, kemarin. Lahan tambak seluas 35 hektare milik para petambak, lanjut dia, sudah satu bulan dikosongkan karena airnya tercemar limbah sampah. "Sejak ada pembuangan sampah di sini, air tambak menjadi kotor karena air limbah mengalir melalui resapan tanah. Bahkan, kalau wilayah ini sedang pasang, air limbah menggenangi lahan tambak," tutur Edi. Untuk itu, dia meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI memberikan ganti rugi akibat matinya ratusan ribu benih udang dan bandeng. Pihaknya juga mengharapkan pemprov segera merehabilitasi lingkungan sekitar TPA Cilincing. "Saat ini tumpukan sampah masih ada di TPA Cilincing, padahal janjinya akan segera dibersihkan. Tolong perhatikan nasib kami, gara-gara sampah, sekarang kami enggak punya usaha lagi," ujarnya. Sementara itu, anggota DPRD Komisi E DKI Jakarta Ahmad Heryawan, meminta Pemprov DKI segera membayar ganti rugi kepada petambak, juga kepada masyarakat yang terkena dampak dari TPA Cilincing. "Pemprov DKI telah melakukan kesalahan besar dengan membuang sampah di sini. Kini masyarakat banyak yang dirugikan karena tidak adanya persiapan sama sekali untuk menjadikan Cilincing sebagai TPA yang sebetulnya sangat tidak layak untuk dioperasikan. Buktinya, kini air limbah sampah telah mencemari puluhan hektare tambak milik rakyat," kata Heryawan. Unjuk rasa Di tempat terpisah, ratusan warga di wilayah Kecamatan Bantar Gebang, kemarin, berunjuk rasa di Gedung DPRD Kota Bekasi, menuntut pemerintah kota (pemkot) setempat mencairkan dana Rp700 juta sebagai kompensasi diizinkannya truk pengangkut sampah membuang sampah di TPA sampah Sumur Batu. Para demonstran yang mengaku warga Kelurahan Cikiwul, Ciketing Udik, dan Kelurahan Sumur Batu, itu tiba di Gedung Dewan pukul 13.00 WIB, menggunakan sejumlah truk, angkutan kota, dan sepeda motor. "Kami ke sini bukan untuk jalan-jalan, tetapi menagih janji Pemkot Bekasi yang akan memberikan dana Rp700 juta setiap bulannya," kata Samsudin, salah seorang demonstran. Pada Januari lalu, Pemprov DKI menggembok pagar Tempat Pemusnahan Akhir sampah Bantar Gebang. Akibat ditutupnya TPA ini, truk sampah Pemkot Bekasi tidak bisa membuang sampah ke TPA Sumur Batu. Karena sampah warga Kota Bekasi menumpuk, Wakil Wali Kota Bekasi Mochtar Mohamad kemudian menjanjikan dana kompensasi kepada warga tiga kelurahan tadi agar truk pengangkut sampah diizinkan melintas di jalan setapak milik warga ke TPA Sumur Batu. Retak-retakM Di sisi lain, sebanyak 117 kepala keluarga (KK) dari 15 RT di RW 01 Kelurahan Pesanggrahan, Kecamatan Pesangrahan, Jakarta Selatan, mengeluhkan rumah mereka yang retak-retak akibat pekerjaan tol Jakarta Outer Ring Road (JORR). Menurut pemantauan Media, sebagian besar kerusakan rumah warga terjadi pada dinding, meski ada juga yang retak pada fondasinya. Ketua RW 01 M Ali Syahdan mengatakan, kerusakan itu akibat getaran dari mesin-mesin berat dalam pekerjaan tol tersebut. "Sebagian besar warga yang mengeluhkan getaran itu adalah warga yang berjarak 20 meter di sepanjang jalur pekerjaan pembangunan jalan tol. Kalau yang lain ada yang mengeluh, itu akal-akalan mereka saja," jelasnya. Menanggapi hal itu, PT Jasa Marga selaku penggung jawab pembangunan JORR melalui humasnya, Zuhdi Saragih, mengaku belum menerima laporan tentang masalah tersebut. Namun, ia menyatakan akan memeriksa langsung di lapangan. (HA/KG/NV/J-3) Post Date : 12 Februari 2004 |