|
Bandung, Kompas - Mulai tahun 2006, setiap perusahaan di Jawa Barat yang memiliki pengolahan limbah harus memiliki seorang manajer pengawas limbah. Ketentuan itu tertera dalam Peraturan Daerah Jawa Barat Nomor 3 Tahun 2004 tentang Pengendalian Pencemaran Air. Demikian dikatakan Ade Suhanda, Kepala Badan Pengawas Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jawa Barat di Bandung, Senin (31/1). Perusahaan yang tidak menaati peraturan tersebut, lanjut Ade, dapat dikenakan sanksi berat, dari hukuman pidana sampai pencabutan izin usaha. Dalam menyukseskan sosialisasi itu BPLHD dibantu Japan External Trade Organization (Jetro). Perusahaan yang telah memiliki manajer pengawas dan mesin pengolah limbah yang memenuhi standar akan mendapat sertifikat. Sebelum itu, manajer pengawas limbah harus mendapatkan pelatihan lebih dulu dari Ikatan Ahli Teknik Penyehatan Indonesia (IATPI). Pelatihan itu, jelas Ade, dilakukan oleh lembaga independen, seperti perguruan tinggi. Salah satu kawasan yang perlu pengawasan ketat dalam penanganan limbah adalah Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum. Daerah itu sudah sangat kritis akibat padatnya perumahan penduduk serta kawasan industri disekitar sungai. Ade mengatakan, pencemaran Sungai Citarum dapat dilihat dari airnya yang berwarna kehitaman dan berbau busuk. Sebanyak 80 persen limbah yang dibuang ke Sungai Citarum berasal dari rumah tangga dan sisanya dari industri. Ketua Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS), Mubiar Purwasasmita, mengatakan, selain merekrut manajer pengawas, kalangan industri juga harus memerhatikan kuantitas limbah. Menurut Mubiar, limbah yang memenuhi ambang batas aman pun jika dibuang terlalu banyak, akibatnya akan berbahaya. Mubiar mengatakan, pabrik besar di sekitar kota Bandung yang padat penduduknya seharusnya dapat direlokasi. Menurut Mubiar, rusaknya DAS di Jawa Barat disebabkan kajian analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) soal pabrik tersebut tidak dilakukan dengan benar. Mubiar mempermasalahkan penggunaan air bersih oleh kalangan industri yang tak efisien sehingga pasokan untuk penduduk menurun. "Seolah-olah air itu boleh digunakan sebanyak-banyaknya, asal mereka bisa bayar," katanya. (j15) Post Date : 01 Februari 2005 |