Perusahaan Air Tutup

Sumber:Kompas - 15 November 2006
Kategori:Air Minum
Medan, Kompas - Tiga perusahaan air minum dalam kemasan berhenti berproduksi. Sedikitnya 1.500 pegawai dirumahkan. Pemutusan kerja itu disebabkan krisis listrik yang berkepanjangan di Sumut. Padahal, masih ada enam perusahaan air minum dalam kemasan lain yang terancam tutup.

"Solusi yang paling singkat minimal kami mendapatkan jadwal pemadaman listrik untuk industri. Pemadaman tanpa pemberitahuan sangat memberatkan kami. Banyak bahan industri yang terpaksa harus dibuang," ungkap Wakil Ketua Umum Dewan Pengurus Provinsi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sumut, Ng Pin Pin, Selasa (14/11) di Medan, Sumut.

Pin Pin meminta pemadaman listrik di sentra industri Sumut dijadwalkan agar pelaku industri bisa mengantisipasi. Selama ini, pelaku usaha industri besar tidak pernah tahu jadwal pemadaman listrik oleh PLN. "Padahal, akhir-akhir ini listrik di Sumut sering mati. Satu hari bisa dua sampai empat kali," katanya.

Secara resmi Apindo Sumut menolak pembayaran abonemen pembayaran listrik yang rata-rata setiap perusahaan Rp 6 juta per bulan. Apindo, kata Pin Pin, menolak membayar beban penerangan jalan non PLN (Perusahaan Listrik Negara) yang selama ini menjadi beban industri.

Air minum

Salah satu sektor industri yang terkena imbas seringnya pemadaman listrik itu adalah pelaku industri yang memakai energi listrik. Menurut Ketua Asosiasi Pengusaha Air Minum Dalam Kemasan (Aspadin) Sumut Willy Lukman, tiga perusahaan yang dimaksud adalah PT Airos (tiga bulan lalu), PT Amas (Oktober), dan PT Alpen (enam bulan lalu).

Rata-rata, kata Willy, ketiga perusahaan itu mempunyai paling tidak 500 karyawan. Salah satu penyebab penutupan perusahaan tersebut adalah karena berkurangnya pasokan listrik. "Jika tidak teratasi segera, maka perusahaan air minum lainnya akan menyusul penutupan," kata Willy.

Gas

Selain krisis listrik, pelaku usaha di Sumut juga mengeluhkan berkurangnya pasokan gas ke industri. Menurut Pin Pin, berkurangnya pasokan gas itu menyebabkan 30 perusahaan menutup usahanya. Krisis ini sudah terjadi sejak 2001. Sampai sekarang, tutur dia, belum ada solusinya sama sekali.

Kondisi ini menyebabkan, 60-70 persen pekerja industri yang menggunakan bahan bakar gas sudah dirumahkan. Di salah satu perusahaan saja, PT Glouvindo yang sebelumnya mempunyai 2.000 lebih karyawan, kini hanya bisa mempekerjakan 500 karyawan saja. Penyebabnya, pabrik sarung tangan untuk ekspor itu hanya bisa mengoperasikan 4 dari 17 mesin yang ada.

Ketua Apindo Sumut Parlindungan Purba mengatakan, keluhan pengusaha tersebut pada umumnya berasal dari kelompok usaha menengah besar. "Tuntutan pengusaha tidak akan kami cabut selama tidak ada perubahan kondisi," katanya.

Kepada PLN, kata dia, pengusaha hanya akan membayar sesuai dengan listrik yang mereka terima. "Ini lebih fair, untuk menyesuaikan pelayanan PLN yang buruk," tuturnya. (NDY)



Post Date : 15 November 2006