|
Adakah hubungan antara banjir besar di Jakarta dan perubahan iklim global? Jika ada, apa implikasinya terhadap bencana ekologi dan manajemen sumber daya air kita? Banjir dan kekeringan (kelangkaan air) pada dasarnya terkait dengan kemampuan alam dan manusia mengelola ketersediaan air di Bumi. Banjir terjadi karena jumlah air hujan yang turun di daratan dalam intensitas berlebihan pada saat alam tidak mampu menampung. Sementara itu, kekeringan terjadi karena jumlah hujan yang turun tidak mencukupi kebutuhan kehidupan. Ketersediaan air yang kian terbatas akan meningkatkan kompetisi untuk mendapatkan dan tidak jarang menimbulkan konflik dalam pemanfaatan. Kompetisi untuk mendapatkan/memanfaatkan sumber daya air (SDA) ini terjadi karena faktor kelangkaan akibat peningkatan kebutuhan, bersamaan terjadinya gangguan terhadap siklus hidrologi akibat perubahan iklim global (PIG) serta perubahan tata guna lahan pada daerah tangkapan air dan daerah aliran sungainya. PIG dan bencana ekologi The Intergovernmental Panel on Climate Change dalam pertemuannya di Paris akhir Januari 2007 mengungkapkan bukti-bukti terbaru terkait dengan masalah PIG serta dampaknya terhadap kehidupan. PIG yang bersifat ekstrem dipicu pemanasan global akibat kian tingginya emisi gas rumah kaca dari hasil pembakaran bahan bakar fosil yang kian tinggi. Hal ini menyebabkan peningkatan suhu permukaan Bumi dan air laut secara signifikan. Peningkatan suhu secara global menyebabkan terjadinya percepatan pelelehan lapisan es di Kutub Utara dan Kutub Selatan sekaligus terjadinya pencairan dan penipisan lapisan gunung-gunung es di dunia. Hasil monitoring World Glacier Monitoring Service yang bermarkas di Zurich, Swiss, pada 2005, menunjukkan, terjadinya penipisan lapisan es yang amat mengkhawatirkan sekali dengan tingkat penipisan rata-rata 66 sentimeter dalam 10 tahun terakhir. Data ini amat mengerikan jika dibandingkan data tahun 1980 yang hanya 10,6 sentimeter. Kemarau panjang yang disebabkan fenomena El Nino yang memengaruhi siklus hidrologi lokal dan regional akan menyebabkan kian kritisnya ketersediaan air untuk menopang kebutuhan 6,5 miliar penduduk Bumi saat ini. Selain itu, PIG juga dapat menyebabkan intensitas dan frekuensi badai tropis yang kian tinggi yang akan mengubah pola pada siklus hidrologi. Intensitas curah hujan yang amat ekstrem dalam waktu lama akan menjadi penyebab banjir besar dan longsor di banyak tempat. Potensi banjir di Jakarta Gangguan terhadap siklus hidrologi yang berdampak terhadap musim hujan dan kemarau akan berdampak serius terhadap manajemen ketersediaan air bagi kota metropolitan Jakarta. Dampak lain yang juga serius adalah meningkatnya tinggi muka air laut yang terjadi hampir bersamaan dengan penurunan permukaan tanah (land subsidence) yang diakibatkan penurunan muka air tanah karena eksploitasi air tanah yang berlebihan di Ibu Kota. Keadaan ini akan menyebabkan sebagian wilayah kota yang selama ini relatif aman dari ancaman banjir akan menjadi daerah potensi banjir baru. Jika eksploitasi air tanah terus berlangsung, terutama akibat terbatasnya suplai air bersih perpipaan dan kian tingginya tarif air bersih perpipaan, penurunan muka tanah dan intrusi air laut kian sulit dicegah dan dikendalikan. Kondisi ini akan menyebabkan kerusakan lingkungan di kota Jakarta kian parah dan membutuhkan biaya besar untuk dapat memulihkannya. Solusi terpadu PIG bersamaan dengan buruknya sanitasi lingkungan dapat memicu penyebaran wabah penyakit menular yang membahayakan. Penyakit-penyakit baru (emerging deseases) yang disebabkan bakteri patogen dan virus kian mengancam kehidupan manusia dewasa ini. Flu burung dan leptospirosis yang mematikan, DBD, diare, muntaber, dan tifus adalah bentuk wabah penyakit yang sepenuhnya disebabkan kondisi sanitasi lingkungan yang buruk dan manajemen SDA (banjir dan kekeringan). Bayangan menakutkan yang terkait bencana ekologi itu tidak kita harapkan. Untuk itu, diperlukan keseriusan bersama untuk segera melakukan pembenahan, terkoordinasi dan secara terpadu. Inovasi pengembangan teknologi yang mampu memecahkan masalah secara simultan yang tidak terkendala oleh masalah seperti pembebasan lahan merupakan salah satu pilihan yang harus dilakukan untuk menyelamatkan masa depan kita bersama. Untuk itu, perlu dikembangkan teknologi pemanfaatan air hujan yang terintegrasi dalam model pengendalian banjir dan penanganan limbah cair. Inovasi konsep pengelolaan SDA masa depan yang terintegrasi satu dengan yang lain akan menjadi satu-satunya pilihan bagi metropolitan Jakarta. Firdaus Ali Anggota Badan Regulator PAM DKI Jakarta; Anggota Dewan Pengarah Kemitraan Air Indonesia; Pengajar dan Peneliti PS Teknik Lingkungan FTUI Post Date : 01 Maret 2007 |