KOENIGSWINTER, SELASA - Pertemuan tingkat tinggi sekitar 40 negara masih menemui jalan buntu pada isu pengurangan emisi gas rumah kaca dan dana bantuan dari negara kaya ke negara miskin di hari ketiga pertemuan Petersburg Dialogue dengan tuan rumah bersama Jerman dan Meksiko.
Dalam pertemuan yang ditutup Selasa (4/5) itu, belum ada kesepakatan tentang metode dan cara pengukuran dari kedua isu di atas. Namun, Menteri Lingkungan Jerman Norbert Roettgen mengatakan, ”Pertemuan ini telah memecahkan kebekuan (dialog) dan nilai pentingnya tak bisa diabaikan.”
Pertemuan itu berhasil mengatasi perasaan saling tidak percaya (distrust). ”Ini menjadi platform dari diskusi yang konstruktif. Ini kontribusi untuk membuka lagi kemungkinan sukses,” katanya.
Sejumlah anggota delegasi sepakat dengan pendapat tersebut. Mereka sepakat untuk menyelamatkan hutan di planet ini dan melakukan transfer teknologi dari negara kaya ke negara miskin.
Kanselir Jerman Angela Merkel menginisiasi pertemuan para menteri ini yang mewakili setiap wilayah yang hadir pada Pertemuan Para Pihak Ke-15 (COP-15) pada Konferensi Perubahan Iklim PBB di Kopenhagen, Denmark.
Ketika itu hadir perwakilan lebih dari 190 negara. Pertemuan di Kopenhagen diharapkan menghasilkan kesepakatan yang mengikat sebagai lanjutan Protokol Kyoto yang tahap pertamanya berakhir tahun 2012.
Namun, pertemuan tersebut hanya bisa menghasilkan catatan dari deklarasi politis Copenhagen Accord yang dimotori antara lain oleh Presiden AS Barack Obama. Copenhagen Accord mendapat tentangan dari sejumlah negara yang menolak mengasosiasinya, artinya tidak mau bergabung menyetujui.
Jurang antara negara industri dengan negara kekuatan ekonomi baru India dan China serta negara berkembang lainnya semakin lebar. Di dalam setiap kelompok pun masih terdapat perbedaan pendapat.
Menurut pejabat Greenpeace, langkah melawan pemanasan global masih amat jauh dari sukses. ”Secara mendasar, kondisi Kopenhagen belum berubah,” ujar ahli iklim Martin Kaiser. ”Amerika—yang belum meratifikasi Protokol Kyoto tetap belum memiliki hukum terkait iklim, jadi tidak ada basis ambisius untuk mencapai kesepakatan internasional yang bisa membawa China dan India,” tambahnya.
Pertemuan para pihak ke-16 akan berlangsung di Cancun, Meksiko. Sekretaris Eksekutif Konvensi Kerangka Kerja PBB mengenai Perubahan Iklim Yvo de Boer mengatakan, di Cancun belum bisa didapatkan kesepakatan mengikat secara hukum.
Sementara itu, mantan Presiden Princeton University, Senin (3/5), ditunjuk sebagai ketua dari kelompok 12 ahli yang bakal mengkaji kembali kerja sains dari Panel Ahli Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) setelah ditemukan berbagai kesalahan dalam Assessment Report IV tahun 2007. (AP/AFP/ISW)
Post Date : 05 Mei 2010
|