|
[BADUNG] Terobosan dalam bentuk peta jalan (road map) menuju tercapainya kesepakatan perubahan iklim yang baru sebagai pengganti Protokol Kyoto yang akan habis masa berlakunya pada 2012, diharapkan dapat dihasilkan dalam 13th Session of Conference of Parties to UN Framework Convention on Climate Change dan 3rd Session of Meeting of Parties to Kyoto Protocol di Nusa Dua, Bali, 3-14 Desember. "Pertemuan Bali akan menjadi puncak perdebatan soal iklim yang sudah berlangsung selama 12 bulan dan diharapkan dapat menghasilkan sebuah terobosan dalam bentuk peta jalan menuju tercapainya kesepakatan perubahan iklim yang baru," ungkap Sekretaris Eksekutif UN Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), Yvo de Boer, Minggu (2/12). Dia mengatakan bukti-bukti sains tentang pemanasan global, sebagaimana terungkap dari hasil kajian ke-4 Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), menunjukkan kenyataan bahwa pemanasan global tidak dapat diragukan lagi. Mengacu laporan IPCC, sejak catatan-catatan instrumental dimulai, kondisi bumi yang paling hangat telah terjadi dalam 11 tahun dari kurun waktu 12 tahun terakhir. Apabila emisi gas rumah kaca terus meningkat dan dibiarkan melonjak dua kali lipat dibandingkan levelnya pada masa praindustri, maka dunia harus menghadapi kenaikan suhu bumi sekitar tiga derajat celsius pada abad ini. Negara-negara berkembang, lanjutnya, tidak terkecuali di Asia, menjadi pihak yang paling menderita akibat efek-efek perubahan iklim. Pasalnya, jumlah penduduk di wilayah ini sangat besar dan secara geografis punya kerentanan terhadap peningkatan ketinggian air laut, meningkatnya badai, serta banjir sungai. Respons Politik Lebih jauh dikatakan, yang dibutuhkan saat ini adalah respons politik terhadap apa yang diungkapkan para ahli sebagai sesuatu yang penting dilakukan. "Secara politik, lampu telah 'hijau'," kata de Boer. Ia mencontohkan, Uni Eropa telah menawarkan komitmen yang sangat berani. Kelompok Delapan (G8) telah menyerukan kemajuan internasional. Proses yang dilakukan kekuatan-kekuatan besar ekonomi dunia kini tengah mengupayakan tercapainya konsensus di antara negara-negara kunci. Dalam high-level event di Markas Besar Perserikatan Bangsa-bangsa di New York pada September lalu, banyak pemimpin dunia yang menyerukan tercapainya sebuah terobosan di Bali. Di Pertemuan Bali, kata de Boer, yang dibutuhkan adalah sebuah terobosan dalam bentuk peta jalan menuju tercapainya sebuah perjanjian internasional yang baru tentang langkah global yang semakin diperkuat untuk melawan perubahan iklim pasca-2012, yakni tahun berakhirnya komitmen periode pertama Protokol Kyoto. "Konferensi Bali tidak akan menghasilkan sebuah kesepakatan iklim yang sepenuhnya telah disetujui dan ternegosiasikan. Tetapi, pertemuan ini bertujuan menghasilkan kebijakan-kebijakan pendekatan menuju tercapainya kesepakatan baru tersebut. Agar tidak terjadi kesenjangan setelah berakhirnya fase pertama Protokol Kyoto pada 2012, negoisasi-negoisasi diharapkan dapat dirampungkan pada 2009 sehingga ini akan memberikan waktu yang memadai bagi dilakukannya ratifikasi," katanya. Kesepakatan baru yang diharapkan lahir dari Pertemuan Bali adalah soal mitigasi, adaptasi, teknologi, dan pembiayaan. Tercakupi pula di dalam mitigasi adalah pencegahan deforestasi "Apa yang sudah jelas, negara-negara industri harus terus mengambil posisi terdepan di dalam pengurangan emisi, sejalan dengan prinsip common but differentiated responsibilities," de Boer menandaskan. Meskipun negara-negara berkembang menolak mengkompromikan peluang-peluang mereka untuk mendapatkan standar hidup yang lebih, tetapi tindakan terkait perubahan iklim tidak seharusnya mengancam pembangunan ekonomi. Insentif-insentif harus ditawarkan untuk mendorong negara-negara berkembang menerapkan teknologi yang lebih ramah lingkungan, serta membantu meminimalisasi emisi-emisi dari deforestasi. Kesepakatan iklim yang baru nantinya akan memberikan peluang mempercepat transfer teknologi-teknologi yang ramah lingkungan dan teknologi-teknologi adaptasi, sehingga dapat membuka peluang bisnis baru. [E-9/E-7/137] Post Date : 03 Desember 2007 |