|
Indramayu, Kompas - Pertanian Indramayu kini memberdayakan pompa air untuk mengairi sawah mereka, terutama pada lahan-lahan tadah hujan. Di Indramayu sekitar 12.000 hektar areal tanaman padi mulai terancam kekeringan yang ditandai dengan terhentinya hujan sejak dua bulan lalu. Sementara debit air sungai di Indramayu pun mulai menyusut, demikian pula dengan debit air waduk alam maupun kolam warga. "Pemerintah Kabupaten Indramayu berkomitmen membantu petani untuk keluar dari kekeringan dengan cara meminjamkan pompa air. Tetapi, kalaupun petani berkeinginan membuat sumur pompa, maka harus berkedalaman lebih dari 100 meter. Ini dilakukan agar tidak mengurangi pasokan air minum dan air bersih bagi penduduk desa," kata Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Indramayu, Kusnomo Tamkani, Jumat (10/6) di Indramayu. Secara umum, pertanian di Indramayu terbagi dalam tiga zona. Zona Indramayu utara, dengan mendayagunakan sungai dan bendungan sebagai sumber air, zona Indramayu tengah yang merupakan kawasan irigasi teknis, dan zona Indramayu selatan sebagai kawasan tadah hujan. Areal persawahan di Indramayu yang mulai terkena kekeringan, sebenarnya berada di kawasan Indramayu selatan. Di kawasan ini, terdapat sekitar 24.000 hektar areal padi, tapi sebagian di antaranya telah terbiasa dengan padi gogo rancah, jadi tidak terlalu bermasalah dengan kekeringan. Walau demikian, di kawasan Indramayu utara ada pula kawasan tadah hujan yang kini telah kering. Meski ada pula yang masih mendapatkan pasokan air dari kali setempat, seperti di kawasan Balongan, Karangampel, dan Krangkeng, sehingga masa tanam II berjalan lancar. Sementara pemilik Kios Sarana Pertanian Chi-Put di kawasan Panyindangan Wetan, Indramayu, H Nono Darsono, mengaku menyewakan 25 pompa air untuk menyalurkan air dari Sungai Cimanuk kepada petani. "Dengan mengoptimalkan 25 pompa air, kami dapat mengairi sawah penduduk seluas 600 hektar. Padahal, jarak persawahan di Desa Panyindangan Kulon, Panyindangan Wetan, Rambatan Wetan, dan Kenanga, hampir 4-5 kilometer dari Sungai Cimanuk," ujar H Nono Darsono. Dia mengoperasikan 12 mesin pompa air (masing-masing berkekuatan 20 PK), selama 24 jam yang semuanya menghabiskan 600 liter solar tiap hari. Dibutuhkan sekitar satu bulan, untuk mengairi 600 hektar areal sawah yang dilayaninya. "Memang harus menggunakan pompa air. Bila tidak, maka sawah penduduk takkan dapat ditanami," kata H Nono. Kompensasi dari penyediaan pompa air oleh pengusaha seperti H Nono, adalah bagi hasil produk padi dengan rasio 5:1. Saat memulai proyek pengairan, H Nono pun dapat mempekerjakan 200 tenaga hononer untuk memperbaiki tanggul sawah dan saluran air. Kekeringan juga dialami petani Desa Jumbleng, Losarang, Durgi (43), yang sawahnya kini mulai kekurangan pasokan air. "Saya harus mengairi sawah dengan bantuan pompa air. Ini akan mengurangi modal karena dalam sehari kami harus membeli solar senilai total Rp 15.000," ujarnya. Di Kabupaten Indramayu, kekeringan pernah terjadi di tahun 2002-2003, dan menyebabkan sekitar 23.000 hektar areal padi mengalami puso. Sebaliknya tahun 2004 lalu di Kabupaten Indramayu tidak mengalami kekeringan. Pada minggu kedua di bulan Juni ini sekitar 72.000 hektar mengalami masa tanam. (ryo) Post Date : 11 Juni 2005 |