|
JAKARTA (Media): Persatuan perusahaan air minum seluruh Indonesia (Perpamsi) mempertanyakan pernyataan Dirjen Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum (PU) Agoes Widjanarko tentang penyelesaian utang PDAM. Sebelumnya, Dirjen PU ini menyatakan tidak mendidik bila utang PDAM sebesar Rp4,3 triliun dihapus, sehingga dipandang perlu mengganti direksi PDAM. Ketua Umum Perpamsi Ridwan Syahputra Musagani menegaskan pernyataan emosional semacam itu membuat korps 'tukang ledeng' terusik dan terganggu. "Lebih baik dihentikan pernyataan-pernyataan emosional seperti itu," katanya di Jakarta, kemarin. Ia mengakui, masalah utang Perusahaan Daerah Air Mimun (PDAM) hanyalah salah satu dari banyak masalah yang dihadapi seluruh PDAM. "Tapi, memang hal itu cukup menghambat upaya peningkatan pelayanan air bersih bagi masyarakat kita," ujar Ridwan. Dijelaskan, masalah utang itu sebenarnya sedang dalam proses penyelesaian, walau harus diakui prosesnya berjalan lambat. Bahkan, tambahnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla saat menerima peserta Rakernas Perpamsi Januari lalu menyatakan, masalah utang itu perlu diselesaikan dengan cepat agar PDAM dapat meningkatkan kemampuannya melayani masyarakat. Namun, pernyataan Dirjen Cipta Karya yang juga menuding pemda membebani PDAM dengan kewajiban menyetor sebagian dari keuntungannya sebagai pendapatan asli daerah, menimbulkan kecemasan di kalangan para direksi PDAM. "Jangan-jangan proses penyelesaian utang itu akan mentah lagi," keluh Ridwan. Tentang perjuangan Perpamsi dan PDAM agar diberi keringanan soal utang itu, menurutnya, bukanlah masalah mendidik atau tidak mendidik seperti dikatakan Dirjen Cipta Karya. Apalagi, kata Ridwan, upaya untuk menghapuskan sama sekali utang yang dibuat lebih 10 tahun yang lalu itu masih dalam proses. "Masalahnya adalah air bersih merupakan hal utama dalam proses pertumbuhan kehidupan bangsa." Tujuan penyelesaian utang tersebut adalah penguatan kemampuan pelayanan air bersih yang hanya diemban oleh PDAM di seluruh Indonesia, tambahnya. Ridwan mengemukakan sampai sekarang cakupan pelayanan air bersih di Indonesia baru sekitar 20%, idealnya 80% di perkotaan. Salah satu kendala yang berkaitan dengan masalah penguatan pelayanan itu adalah masalah pinjaman. Ia juga mengatakan, dalam masalah pinjaman, PDAM selama ini dianaktirikan. Sebagai contoh pinjaman di sektor lain, seperti BLBI (bantuan likuiditas Bank Indonesia), pupuk, bahan bakar minyak ,dan sebagainya yang menghabiskan ratusan triliun setiap tahun. "Sedangkan pinjaman PDAM sangat kecil jika dibandingkan dengan itu semua. Hal inilah yang perlu dibahas bersama, bagaimana jalan keluarnya, tidak dengan cara tuding- menuding, saling menyalahkan," katanya. (Sdk/E-3) Post Date : 14 Juli 2005 |