|
Bandung, Kompas - Inovasi pengelolaan sampah berbasis teknologi sepantasnya diterapkan di berbagai daerah, termasuk Kota Bandung. Untuk itu, rencana pendirian pembangkit listrik tenaga sampah perlu didukung berbagai kalangan. Namun, kehadiran PLTS tidak boleh mengabaikan lingkungan. Demikian disampaikan Tribangun L Song, Asisten Deputi Urusan Pengendalian Pencemaran Limbah Domestik dan Skala Usaha Kecil Kementerian Negara Lingkungan Hidup di sela-sela Kampanye Antikantong Plastik di Kampus Institut Teknologi Bandung, Sabtu (9/2). Tribangun mengatakan, hiruk-pikuk atau pro-kontra tentang pendirian PLTS di Gedebage telah berkembang menjadi hal yang sangat merisaukan. "Insinerator bukanlah masalah. Teknologinya sangat baik. Seharusnya Kota Bandung punya alternatif pengolahan sampah macam ini. Yang masalah, jika itu berdampak pada lingkungan," ungkapnya. Ia menyarankan Pemerintah Kota Bandung terus menyosialisasikan arti penting pendirian PLTS secara edukatif dan persuasif. Hal-hal yang bersifat politis, apalagi kekerasan kepada masyarakat, tidak boleh digunakan. Sebaliknya, masyarakat di sekitar tempat rencana proyek tidak boleh apriori, apalagi ngotot. Perlu ada titik temu yang menguntungkan kedua belah pihak. "Wajar PLTS masih sulit diterima karena di Indonesia belum ada contoh yang bisa dijadikan rujukannya. Betul atau tidak ada dampak negatifnya?" ujarnya. Ia menganalogikan pro-kontra aplikasi PLTS dengan program Keluarga Berencana (KB). "Di tahun 1970-an, saat program KB diluncurkan, apa yang terjadi? Kenyataannya, kan sulit diterima. Ada yang bilang bertentangan dengan agama lah, dan sebagainya. Kini kenyataan berbicara lain," katanya. Matangkan prototipe Untuk itu, Tribangun menyarankan Pemerintah Kota Bandung dan tim pengkaji mematangkan terlebih dahulu proyek prototipe PLTS, yaitu di PLTS Babakan Ciparay. Hasil kajian proyek itu harus meyakinkan banyak pihak, bahwa PLTS sama sekali tidak berbahaya bagi lingkungan. Hasil kajian studi banding di China jangan dijadikan dasarnya. Sebab, konteks tempat dan pelakunya berbeda. "Sekarang, aturannya apa? Amdal (analisis mengenai dampak lingkungan), kan? Maka, jalankan saja dulu. Kalau masih ada penolakan, berarti amdal-nya belum selesai. Amdal itu kan tidak hanya menyangkut lingkungan, tetapi juga aspek sosial, ekonomi, dan budaya. Semuanya harus dipenuhi," ia menegaskan. Tentang Rancangan Undang-Undang tentang Sampah yang masih dibahas di DPR, ia mengungkapkan, pendirian proyek PLTS merupakan sebuah terobosan. Akan lebih positif jika pemerintah daerah memiliki lebih banyak alternatif pengolahan sampah. (jon) Post Date : 11 Februari 2008 |