|
SOREANG, (PR). Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) Prov. Jabar mengusulkan pembuatan kanal (terowongan) sebagai solusi penanganan banjir di Bandung selatan. Kanal sepanjang 4-5 km itu akan menghubungkan Sungai Citarum di wilayah Dayeuhkolot dan Curug Jompong. Usulan pembuatan kanal itu diharapkan menjadi jalan tengah dari berkembangnya polemik yang terjadi di tengah masyarakat dengan rencana pemapasan Curug Jompong. Kajian teknis juga menyebutkan bahwa wilayah Dayeuhkolot dan sekitarnya tak dapat terlepas dari banjir meskipun upaya normalisasi Sungai Citarum telah rampung karena berada dalam sebuah cekungan yang sangat rendah. Kasubdin Konservasi Dinas PSDA Prov. Jabar, Lili Moch. Djadjuli mengemukakan usulan pembuatan kanal itu dalam Rapat Koordinasi Penanganan Bencana Alam di Bale Sawala Kompleks Pemkab Bandung di Soreang, Senin (30/4). Diakui Lili, pemapasan Curug Jompong akan menimbulkan berbagai macam risiko, di antaranya terjadi degradasi sungai di wilayah hulu, sedimentasi besar-besaran di wilayah hilir, pendangkalan waduk, penurunan potensi air sumur dangkal, rusaknya struktur infrastruktur dan gedung, hingga mudah terjadinya kelongsoran tebing. Pembuatan kanal pengendali banjir nanti diharapkan akan dapat mengatur debit air yang mengalir di Sungai Citarum hingga tak terjadi banjir di Bandung selatan. Secara teknis, Lili menjelaskan, usulan pembuatan kanal itu. Kanal dibangun di dalam tanah dan melintasi wilayah selatan aliran Sungai Citarum dari Dayeuhkolot hingga Curug Jompong. Kemiringan kanal akan didesain hingga terbentuk kecepatan air yang tinggi dan sangat memungkinkan untuk mengalirkan debit banjir. "Kanal pengendali banjir Sungai Citarum dilengkapi dengan bangunan pengendali dan bangunan outlet," kata Lili. Menurut dia, kanal ini juga dapat dimanfaatkan untuk pembangkit listrik yang menggunakan sistem run off river atau mengandalkan aliran sungai. Kanal itu juga tak akan mengubah struktur sungai lama sehingga kerugian-kerugian yang dikhawatirkan semua pihak dapat dikendalikan. Berkaitan dengan biaya pembuatan kanal ini, Lili tak menjawab dengan pasti karena perlu dilakukan studi khusus. Namun demikian, ia menyebut kisaran angka Rp 300 miliar - Rp 500 miliar. Tak akan bebas Sementara itu, Kepala Bidang Pelaksanaan Jaringan Sumber Air Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citarum, Sukotjo, membenarkan bahwa wilayah Dayeuhkolot dan sekitarnya tak akan lepas dari genangan banjir walaupun projek normalisasi Sungai Citarum selesai. "Pemerintah telah berusaha untuk membantu untuk menormalisasi Sungai Citarum, tapi bukan menuntaskan banjir! Biasanya orang salah paham," ucap Sukotjo. Menurut dia, normalisasi yang dilakukan sekarang hanya akan membantu mengalirkan curah hujan dengan cepat. Kalau saja curah hujan terlalu besar maka Sungai Citarum tak mampu menampung dan banjir tak dapat dihindari. Sebagai gambaran, kondisi normal Citarum memiliki elevasi 658 m dpl (di atas permukaan laut). Namun, pada saat banjir beberapa hari lalu mencapai elevasi 659,8 m dpl. Tingginya intensitas curah hujan adalah penyebab utama banjir tersebut. Projek normalisasi Sungai Citarum yang dilakukan BBWS Citarum, kata Sukotjo, saat ini telah mencapai 40%. Rencananya, projek yang memakan biaya hingga Rp 50 miliar itu dirampungkan akhir Desember tahun ini. Upaya normalisasi yang dilakukan berupa pengerukan dasar sungai sedalam 1 m dan pengembalian lebar sungai seperti semula dari Dayeuhkolot hingga Nanjung (Kec. Margaasih Kab. Bandung) sejauh 20 km. Dalam rapat koordinasi yang dilakukan kemarin, Bupati Bandung menginventarisasi kejadian banjir di wilayahnya atas dasar laporan seluruh bawahannya. Hasilnya, terdapat sejumlah kecamatan yang tergenang banjir selama akhir minggu lalu yakni Kec. Katapang, Banjaran, Majalaya, Ibun, Dayeuhkolot, Baleendah, Bojongsoang, Rancaekek, dan Cikancung. Hingga kemarin, banjir di sebagian besar wilayah itu telah surut dan warga telah kembali ke rumahnya. Bupati Bandung Obar Sobarna mewajibkan setiap satuan kerja perangkat daerah (SKPD) dan camat di seluruh wilayah Kab. Bandung untuk selalu siaga saat ini. Ia bahkan meminta agar semua kepala SKPD dan camat mengumumkan nomor telefonnya dalam rapat tersebut. Tujuannya, agar koordinasi dapat dilakukan dengan mudah. Belum prioritas Sementara itu, Wakil Gubernur Jabar Nu'man Abdul Hakim mengatakan, Pemprov Jawa Barat belum memprioritaskan penanganan banjir tahunan di kawasan Bandung selatan pada APBD Jabar. "Hal itu disebabkan, penanganan banjir di wilayah tersebut memerlukan dana besar dan program terpadu multipihak, baik pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten," katanya, saat membuka Musyawarah dan Rapat Kerja Badan Ru'yat Jabar di Kanwil Depag Jabar di Bandung, Senin (30/4). Nu'man mengutip pernyataan Meneg Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Paskah Suzetta bahwa penanganan banjir di kawasan Bandung selatan membutuhkan biaya sekitar Rp 28 triliun. "Biaya itu terutama diarahkan untuk normalisasi Sungai Citarum," ungkapnya. Dikatakan, setidaknya harus ada tiga tahap yang harus dilakukan untuk melakukan normalisasi Citarum. Pertama, pengerukan sepanjang aliran sungai. Kedua, menata bantaran sungai dan merelokasi bangunan dan warga, serta ketiga pemangkasan Curug Cijompong. Saat ini, kata Nu'man Abdul Hakim, yang menjadi prioritas Pemprov Jabar adalah penyelesaian pembangunan Waduk Jatigede di kawasan Sumedang, Jabar. Penyelesaian pembangunan Waduk Jatigede ini untuk mengantisipasi musibah banjir tahunan di kawasan Cirebon dan Indramayu. Di sisi lain, Kepala Badan Pengendali Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jabar Agus Rachmat mengatakan, untuk mengantisipasi banjir yang selalu terjadi di daerah Bandung selatan, pemerintah harus melakukan dua cara yakni pemangkasan Curug Jompong atau membuat terowongan (ground tunnel). (A-124/A-64) Post Date : 01 Mei 2007 |