|
Bandung, Kompas - Konsep realokasi air, terutama bagi pengguna tradisional (customery services) perlu dipikirkan secara matang. Realokasi ini diperlukan untuk memenuhi permintaan secara bersama dan melindungi kepentingan semua pihak. Konsultan Hak Pengguna Air (Consultant Water User Right) Bambang Adi, di Bandung, Selasa (4/5), menyatakan, para petani di daerah irigasi mengharapkan kejelasan tentang hak guna air (HGA). Menurut dia, selama periode ketersediaan air terbatas, pemegang izin dan pemegang hak atas air harus menerima pengurangan alokasi secara proporsional. Jika hak pengguna tradisional itu dikonversi menjadi HGA tercatat, maka diperlukan realokasi air. Bambang mencontohkan, di Kecamatan Majalaya, Kabupaten Bandung, para petani telah melakukan realokasi air ke sejumlah industri. Para petani menerima sejumlah kompensasi, meskipun tidak terlalu besar. Namun, hal ini akan berdampak dengan turunnya jumlah penanaman padi. Karena itu harus dipikirkan apakah realokasi air ini tidak bertentangan dengan kebijakan pangan nasional," kata Bambang. Realokasi ini diperlukan karena permintaan air untuk bidang non-pertanian meningkat tajam. Air untuk non-pertanian ini umumnya memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Tetapi, menurut Bambang, proses realokasi ini belum jelas prosedurnya. Akibatnya, realokasi terjadi dengan sendirinya, baik secara informal maupun dengan mengorbankan petani. Jika realokasi air tidak segera diatur, maka para petani pengguna irigasi akan mengalami tekanan. Selain tidak berimbangnya nilai jual dan nilai produksi, pemeliharaan jaringan irigasi akan tertunda dan tingkat pelayanannya menurun. Namun realoaksi ini juga belum diatur dalam undang-undang yang ada. Dalam Pasal 7 Ayat 21 UU No 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dan Hak Guna Air, transfer HGA tidak dimungkinkan. Sementara itu, prioritas penggunaan air sendiri belum jelas, antara kebutuhan pokok perorangan atau untuk pertanian rakyat. (K11) Post Date : 05 Mei 2004 |