|
GERAKAN pelestarian lingkungan hidup sudah bertahun-tahun dibangun dan dilakukan banyak aktivis lingkungan, tetapi sebagian besar masyarakat tampak belum tergugah untuk ikut mewujudkan lingkungan yang terjaga baik. Akibatnya, berbagai bencana alam seperti kekeringan, banjir, dan longsor yang merupakan perwujudan dari kerusakan alam akhir-akhir ini sering melanda. Keadaan ini membuat aktivis lingkungan Ully Sigar Rusady berpikir, apa yang salah dari gerakan pelestarian lingkungan yang selama 25 tahun terakhir ia lakukan. "Rupanya sebagian masyarakat kita merasa tak perlu ikut karena urusan pelestarian lingkungan bukan tugas mereka," kata Ully atas minimnya kesadaran masyarakat ikut berpartisipasi dalam gerakan tersebut. Pola pikir ini yang harus diubah sebab sebenarnya pelestarian lingkungan adalah tugas kita semua. Bukan hanya tugas aktivis lingkungan, pemerintah, atau masyarakat. Sebab, sesungguhnya lingkungan hidup yang terjaga dengan baik akan memberi sesuatu yang amat dibutuhkan masyarakat, misalnya air. Ully memang sudah menemukan jawaban itu, tetapi membuat masyarakat sadar lalu ikut menjaga lingkungan di sekitarnya ternyata bukan soal mudah. Walau sudah jelas, persediaan air kian hari kian menipis, sementara jumlah penduduk terus meningkat, toh sebagian besar masyarakat tetap tak peduli dengan kondisi tersebut. Maka, Ully pun menempuh cara melestarikan alam dengan menanam pohon yang nanti berguna bagi masyarakat. "Misalnya pohon sukun atau tanaman obat, seperti daun mahkota dewa yang hasilnya bisa mereka nikmati," ujar penyanyi balada yang akrab dipanggil Bunda itu, Senin (7/3). Hari itu Ully menyumbangkan 5.000 bibit sukun untuk ditanam di bantaran Sungai Cisadane, Tangerang. Sebagian bibit akan diserahkan kepada masyarakat yang tinggal di tepi sungai dengan harapan bisa membantu perekonomian warga jika pohon itu dapat hidup dengan baik. "Buah sukun bisa dijual dan akarnya bisa menetralkan air payau," katanya. Pembagian ribuan bibit sukun itu dilakukannya berkait dengan peringatan Hari Air 2005 yang jatuh pada tanggal 22 Maret mendatang. Soal menanam pohon, Ully bersama Yayasan Garuda Nusantara yang dia dirikan sejak tahun 1985 sudah banyak melakukannya. Antara lain di Gunung Pancar, Kabupaten Bogor, (30 hektar) dan di Badui Luar, Banten, (30 hektar). Gerakan tersebut, katanya, masih akan terus berjalan. Tak hanya menanam, Ully bersama Yayasan Garuda Nusantara juga memberi kursus bagaimana membuat ramuan obat dari mahkota dewa atau tanaman obat lain yang kini banyak dicari masyarakat untuk dibeli. Dengan cara itu, masyarakat yang menanam pohon akhirnya bisa merasakan manfaat dari apa yang mereka lakukan. "Benar saja, sebagian masyarakat mulai tertarik untuk menanam berbagai jenis tanaman obat di lahan-lahan sekitar mereka tinggal," katanya. SAAT mengantarkan beberapa bibit pohon sukun kepada warga tepi Sungai Cisadane, Ully dan adiknya, Paramita Rusady, berpesan agar tanaman itu dipelihara. "Kepada mereka saya katakan, suatu hari nanti kami akan datang lagi ke sini untuk melihat pohon itu," kata si Bunda. Pemilihan daerah pinggir sungai didasarkan pada banyaknya sungai yang kritis karena tak terurus. Masyarakat menjadikan sungai sebagai tempat pembuangan sampah. Kondisi fisik Sungai Cisadane, kata Ully, mengalami erosi sangat parah sehingga harus segera dilakukan langkah penyelamatan. Langkah lain yang ia tempuh adalah mengajak anak sejak usia dini mencintai alam, termasuk tanaman. Oleh sebab itu, dalam peringatan Hari Air pekan lalu ia juga mengajak Kepala SDN Sukasari V Tangerang Dianawati untuk berperan serta. Sekolah itu lalu mengirimkan siswa kelas lima untuk bersama-sama aktivis lingkungan menanam pohon, membersihkan sampah, dan menyusuri Sungai Cisadane dengan perahu karet. Ully beserta keluarga besar dan Yayasan Garuda Nusantara-nya sudah memulai kerja keras tanpa imbalan untuk pribadi mereka. Adakah anggota masyarakat hendak menambah daftar pencinta alam yang bersedia secara konsekuen dan ikhlas hati menyelamatkan lingkungan hidup demi kesejahteraan bersama? (TRI) Post Date : 16 Maret 2005 |