Jakarta, Kompas - Menjelang musim hujan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta harus memfokuskan diri pada perbaikan saluran-saluran drainase mikro di permukiman dan tepi jalan raya. Banyak saluran drainase mikro yang tersumbat sehingga menimbulkan genangan di banyak tempat.
”Memang penting mengeruk kali agar air dapat segera mengalir ke laut. Namun, air hujan justru sering tidak dapat mengalir ke kali dan menggenangi jalan,” kata Koordinator Forum Warga Kota Jakarta (Fakta) Azas Tigor Nainggolan, Rabu (7/10), di Jakarta Pusat.
Menurut Tigor, banyaknya genangan air yang muncul di permukiman atau tepi jalan sesudah hujan sebentar menandakan banyaknya saluran drainase mikro yang bermasalah. Masalah akan membesar Apabila frekuensi dan intensitas hujan bertambah dalam beberapa minggu ke depan.
Pengamatan Kompas, hujan deras dalam waktu 30 menit saja dapat menggenangi Jalan Fatmawati di Jakarta Selatan dan kawasan Tomang, Jakarta Barat. Genangan air di jalan menyebabkan kemacetan di sejumlah jalan raya, terutama jika terjadi pada saat jam pulang kerja.
Pengamat perkotaan, Yayat Supriatna, mengatakan, saluran drainase mikro banyak yang tidak terhubung satu sama lain. Kondisi itu terjadi karena ada pembangunan yang menutup saluran drainase dan ada juga yang tertutup sampah atau tanah.
Daya tampung saluran drainase mikro juga terbatas karena ada pendangkalan dari tanah yang terbawa. Di sisi lain, pembersihan saluran juga tidak dilakukan rutin setiap bulan sehingga kapasitas saluran jauh berkurang dari ukuran aslinya.
Dinas dan Sukudinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta, kata Tigor, diminta segera membersihkan dan memperbaiki saluran drainase mikro untuk mencegah genangan di semua wilayah. Jika tidak mampu melaksanakan sendiri, Pemprov DKI diharapkan mau mengajak masyarakat untuk turut membersihkannya.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta Budi Widiantoro mengatakan, pembersihan saluran mikro sudah diprogramkan untuk menghadapi musim hujan tahun ini. Pembersihan saluran drainase mikro sudah dimulai dan akan terus digarap sampai pertengahan Desember.
Pompa air
Pengelola Museum Bahari yang berada di kompleks Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta Utara, mulai khawatir terjadi banjir akibat hujan dan rob. Untuk antisipasi, mereka menyediakan satu pompa air berkapasitas 1.000 liter per menit.
Penjaga sekaligus pemandu Museum Bahari, Sukma Wijaya, kemarin mengatakan, setiap hujan halaman museum tergenang. Apabila banjir rob atau laut pasang, air bisa masuk museum. ”Banjir kerap terjadi pada November-Desember. Terakhir banjir rob melanda museum bulan November 2007. Banjir itu merusak sejumlah koleksi museum,” kata dia.
Pengelola Museum Bahari mencatat banjir terbesar melanda museum pada 2002 dan 2007. Tahun 2002, bersamaan dengan banjir besar di Jakarta, museum terendam air setinggi sekitar 60 sentimeter. Tahun 2007, banjir terjadi selama tiga hari, 25-27 November, dengan ketinggian air antara 30-60 sentimeter, menyebabkan 10 miniatur kapal dan sejumlah buku sejarah rusak. Sekarang, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membangun tanggul di depan pintu masuk museum dan polder kecil atau kolam air bersistem pompanisasi.(ECA/HEN)
Post Date : 08 Oktober 2009
|