|
BANDUNG, (PR). Konsep pengelolaan sampah di Kota Bandung maupun Metropolitan Bandung, harus memerhatikan dampak yang pro lingkungan. Setiap teknologi yang diterapkan pun diharapkan memerhatikan kesiapan secara ekonomi dan ketersediaan produksi sampah. Menurut Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jawa Barat, Agus Rachmat, tiga konsep yang telah menjadi alternatif untuk mengelola sampah di Metropolitan Bandung utamanya akan dipertimbangkan berdasarkan dampak lingkungannya. Ia mengatakan, pengelolaan sampah Metropolitan Bandung dalam program Greater Bandung Waste Management Coorporation (GBWMC) itu akan memilih teknologi yang paling kecil polusinya. Apa pun teknologinya tidak masalah selama tidak berdampak terhadap lingkungan, kata Agus di Lapangan Gasibu Bandung, Kamis (17/8). Mengenai konsep waste to energy yang akan diterapkan Pemkot Bandung, Agus mengatakan, bisa saja diterapkan dalam pengelolaan sampah pada program GBWMC. Namun, ada beberapa prasyarat yang harus dicermati terutama mengenai polusi yang dikeluarkan, biaya yang dibebankan ke masyarakat, dan ketersediaan sampah yang bisa diolah. Dijelaskannya, insinerator untuk mengolah sampah menjadi energi listrik itu harus mampu menghilangkan racun dan mengeluarkan residu di bawah lima persen. Itu bisa dilakukan bila insinerator yang digunakan mampu bekerja dalam suhu 1.0000 celcius atau lebih, kata Agus. Bila insineratornya mampu mengerjakan itu, konsep waste to energy juga harus dipertimbangkan berdasarkan kemampuan ekonomi masyarakat. Agus memprediksikan, bebannya akan berada di atas Rp 10.000,00 untuk setiap keluarga/bulan. Ya, itu prediksi. Tapi saya belum bisa menyebutkan, karena program itu belum dijalankan. Mengenai program GBWMC yang sebelumnya tidak ditenderkan karena kondisi darurat sampah, akhirnya akan melalui proses tender untuk mencari investor. Ditenderkan saja biar lebih aman. PT Umpan Jaya sudah sepakat akan menjadi peserta, ujar Agus. (A-160) Post Date : 19 Agustus 2006 |