DI tangan orang-orang kreatif, sampah disulap menjadi barang bernilai ekonomis. Tidak lagi menjijikkan, bahkan memiliki daya tarik.
Itulah yang terlihat pada pergelaran di area tempat pembuangan akhir (TPA) Piyungan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), beberapa waktu lalu.
Pergelaran tersebut bahkan terlihat tidak terganggu oleh bau sampah yang menyengat. Bahkan, warga sekitar terlihat bersemangat menyaksikan acara yang digagas komunitas peduli lingkungan yang dimotori Lembaga Studi dan Tata Mandiri (Lestari).
Direktur Lestari Agus Hartana mengungkapkan peragaan busana maupun aksesori berbahan dasar sampah dimaksudkan untuk menggugah kreativitas masyarakat mengolah sampah. Widyarnarto, koreografer yang terlibat dalam acara ini, menambahkan, produk-produk yang diperagakan menarik dan cukup potensial untuk dipasarkan.
Kini pengembangan kreativitas berbasis sampah sudah masuk ke sekolah-sekolah, khususnya sekolah menengah kejuruan (SMK). Seperti di SMK Negeri 6 Yogyakarta.
Seorang guru busana SMK Negeri 6 Yogyakarta yang turut mengonsep fashion show bertema sampah itu, Eko Purwanti, mengungkapkan, selama ini ia mengajak siswa untuk aktif membuat produk dari limbah. Ia mencontohkan kerajinan kain perca, maupun kaleng bekas untuk dibuat menjadi bahan yang bermanfaat.
Bahkan, Eko Purwanti mendisain enam busana casual berbahan sampah yang tampil dalam peragaan di TPA Piyungan. Namun, Eko mengaku, produk yang dibuatnya maupun oleh anak didiknya tidak bisa 100% menggunakan bahan sampah, paling tidak setengahnya menggunakan limbah.
`'Disain busana casual yang saya rancang memaksimalkan sampah tas keresek yang biasa dipakai ibu-ibu untuk membawa barang belanjaan,'' ujarnya.
Widyanarto menambahkan, sudah saatnya produk-produk tersebut harus didukung pemasaran. `'Kalau pasar bagus, pasti akan lebih banyak lagi orang yang tertarik mengolah sampah untuk dibuat produk yang bermanfaat,'' jelas pria berkacamata itu seraya berharap agar kegiatan pergelaran produk berbahan dasar sampah dilakukan lebih intensif, paling tidak empat bulan sekali untuk kampanye peduli lingkungan.
Sampah telah menjadi persoalan serius. Produktivitas sampah yang mencapai 200 ribu ton per hari di Indonesia akan menjadi sumber malapetaka apabila tidak segera dicarikan solusinya.
Apalagi masa pakai TPA di seluruh Nusantara akan habis pada 2013. Lebih dari 500 TPA yang ada saat ini, sekitar 90%-nya tidak layak karena belum dikelola dengan sanitasi landfill.
Biaya membangun TPA dengan sanitasi landfill mahal. Yang paling memungkinkan dilakukan sekarang adalah mendorong pengolahan sampah mandiri untuk dijadikan barang yang bernilai ekonomis.
`'Upaya itu efektif karena bisa mengurangi volume sampah yang dibuang ke TPA,'' kata Asisten Deputi Urusan Pengendalian dan Pengelolaan Limbah Domestik, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) Tri Bangun L Soni, di Yogyakarta. (Sulistiono/N-1)
Post Date : 06 Maret 2010
|