|
MAKASSAR Peraturan Daerah (Perda) Nomor 14 Tahun 2OO4 tentang persampahan dan Kebersihan Kota Makassar yang digalakkan Pemerintah Kota Makassar, melalui kampanye "Gerakan Makassar Bersih" 16 Agustus lalu perlahan mulai tidak diefektifkan. Malah, praktisi pemerintahan, Ridha Rasyid menyebut, Pemkot terkesan cuek dan mulai membiarkan persoalan sampah itu menjadi terbengkalai. Buktinya, kata Ridha, dari enam jalan yang menjadi proyek percontohan, yaitu Jalan Riburane, Ahmad Yani, Penghibur, Haji Bau, Sudirman, dan Somba Opu, belum ada realisasi yang bisa dikatakan sejalan dengan semangat Perda Nomor 14/1999 tersebut. Padahal, menurut aturan, siapa saja yang kedapatan membuang sampah di jalan jalan tersebut dikenai ganjaran hukum. Ancamannya berupa denda sebesar Rp 1 juta atau dipenjara enam bulan. Setiap tiga bulan, perda itu akan diterapkan di jalan-jalan lainnya. "Waktu itu Walikota Makassar Ilham Arif Sirajuddin menyatakan tidak akan memberikan toleransi kepada warga yang berdalih bahwa peraturan itu belum disosialisasikan, sebab peraturan itu telah ada sejak tahun 1999. Tapi, belakangan ini mulai kendur," tandas Ridha. Menurut Ridha, kendurnya semangat pemkot ini, sebagai bukti ketidakmatangan konsep tersebut, karena gerakan itu seolah menekankan pada sanksi. Walikota berharap penerapan perda tersebut bisa mengajak masyarakat untuk membuang sampah pada tempatnya. "Nyatanya, ini menjadi beban dikemudian hari karena tidak dilaksanakan secara konsisten," paparnya lagi. Ridha juga menyebut, warga yang dikenakan sanksi bisa saja melakukan class action, ke pengadilan, atau meminta perda itu direvisi, karena menganggap mereka seolah jadi kelinci percobaan. Dalam kondisi seperti ini, bisa saja perda itu tidak diberlakukan. Dan, ini bisa menjadi preseden buruk bagi citra pemerintahan Ilham ungkap Ridha. Meski demikian, Ridha juga mengatakan, warga Makassar juga harus mengerti kendala pemerintah. Itu karena persoalan sampah di Makassar, sudah di titik cukup rumit. Meski telah didukung perda sekalipun, volume sampah yang dibuang warga Makassar tiap hari sudah melebihi batas rasional dari kemampuan peralatan, dan fasilitas operasional yang dimiliki Dinas Kebersihan. "Yang saya tahu menyangkut persampahan, pemerintah memang selalu nombok. Tahun 2003 lalu, pengeluaran mencapai Rp 3 miliar, padahal dana retribusi yang diperoleh dari masyarakat hanya mencapai Rp 900 juta. Nah, kendala ini lah salah satunya yang menjadi beban pemkot ke depan. Yang keliru karena pemkot mensosialisasikan perda sampah itu dengan menekankan sanksi, semestinya dibuatkan action plan yang matang dengan gerakan-gerakan," pungkasnya. Tiap Hari di Lapangan Sementara itu, Drs Hamzah S, Ketua TPHP (Tim Penertiban Hukum Perda) Kota Makassar membantah tudingan tersebut. Menurut dia, bahwa tim TPHP tetap jalan setiap hari. "Mereka mau menjalankan tugasnya, yakni memantau jalan jalan bebas sampah tersebut. Hanya saja, sampai saat ini belum ditemukan masyarakat yang tertangkap tangan lagi," paparnya. Yang jelas, kata dia, semua pelaku pelanggaran Perda No.14 akan ditindak, tanpa kecuali. "Dan berkasnya dikirim ke Pengadilan Negeri untuk diproses," tambah Hamzah sembari mengatakan dirinya bersama tim TPHP selalu siaga di lokasi setiap hari. (id /aci) Post Date : 14 Desember 2004 |