|
Depok, Kompas - Wilayah perbatasan Depok, Jawa Barat, masih menjadi sasaran untuk tempat pembuangan sampah. Pelaku pembuangan sampah memanfaatkan longgarnya pengawasan dan tanah kosong yang ada di sekitar perbatasan. Akibatnya, di beberapa wilayah perbatasan, kondisinya kumuh oleh tumpukan sampah. Wilayah perbatasan yang dimaksud antara lain Serua, Kecamatan Bojongsari, yang berbatasan dengan Tangerang Selatan; Mekarsasi, Kecamatan Cimanggis, yang berbatasan dengan Jakarta Timur; dan Pangkalan Jati, Kecamatan Cinere, yang berbatasan dengan Jakarta Selatan. ”Sudah berkali-kali kami tertibkan, bahkan kami beberapa kali memergoki langsung mereka yang membuang sampah. Kami peringatkan, bahkan kami minta surat izin mengemudi mereka. Namun, kasus pembuangan sampah di perbatasan terulang lagi,” kata Kepala Bidang Pelayanan Kebersihan Dinas Kebersihan dan Pertamanan Depok Rahmad Hidayat, Selasa (28/2). Menurut Rahmad, pembuangan sampah di perbatasan biasa dilakukan petugas pengangkut sampah. Seharusnya mereka tidak membuang di wilayah perbatasan. Namun, karena melintasi wilayah itu, mereka kemudian membuang sampah di sana. Meski demikian, ada juga kasus pelaku sengaja mencari lahan kosong di wilayah perbatasan untuk dijadikan tempat pembuangan sampah. Hal inilah yang terjadi di sekitar kompleks Timah, RT 04 RW 06 Kelurahan Pangkalan Jati Baru, Kecamatan Cinere, Senin lalu. Pembuang sampah kepergok petugas Satuan Polisi Pamong Praja Kecamatan Cinere dan aparat Kepolisian Sektor Limo. Pelaku pembuangan sampah adalah warga Jakarta dengan barang bukti mobil pikap terbuka. Camat Cinere Widyati Riyandani mengatakan, ada empat orang yang dilaporkan warga sebagai pembuang sampah di lahan kosong milik Bank Panin. Sebelum penangkapan, warga sudah memprotes aktivitas pembuangan sampah di tempat itu. Protes tersebut terkait dengan aroma sampah yang menyengat dan berpotensi menjadi sarang perkembangan nyamuk yang amat mengganggu warga. Pelaku pembuang sampah tersebut terancam hukuman pidana ringan sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2001 tentang Ketertiban Umum. Selain membawa tiga tersangka pembuang sampah, polisi juga menyita mobil pengangkut sampah sebagai barang bukti. ”Proses hukum seperti ini penting untuk membuat jera mereka yang sering membuang sampah,” ungkap Widyati. Komersialisasi Pembuangan sampah di wilayah perbatasan tidak lepas dari komersialisasi lahan kosong. Praktik seperti ini dilakukan oknum yang tidak bertanggung jawab dengan mengaku mendapat kuasa pengelolaan lahan kosong. Empat orang yang kini dalam pemeriksaan polisi mengaku harus membayar Rp 1 juta untuk sekali pembuangan sampah dengan mobil pikap terbuka. ”Ada orang yang mengaku sebagai pengelola lahan kosong itu. Kami masih cari mereka. Tidak mungkin lahan kosong itu dikuasakan sebagai lokasi pembuangan sampah,” tutur Kepala Kepolisian Sektor Limo Komisaris Sukardi. Dari hasil pemeriksaan sementara, lahan seluas sekitar 3 hektar itu sudah dipakai untuk pembuangan sampah sejak enam bulan lalu. Setiap hari, kata Sukardi, ada 12 mobil yang membuang sampah di tempat itu. Seluruh sampah yang ditumpahkan di sana berasal dari wilayah Jakarta. Saat ditanya, empat orang yang diperiksa polisi itu menyampaikan, tempat pembuangan sampah sementara di Jakarta sudah penuh. Karena itu, diperlukan tempat pembuangan baru agar tumpukan sampah tidak terlalu menggunung. Sementara ini, pihak Kecamatan Cinere akan memagari lahan kosong tersebut. Seiring dengan itu, Widyati hendak berkoordinasi dengan pihak Kelurahan Pondok Labu, Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan, untuk sama-sama mencegah terjadinya pembuangan sampah liar. ”Saya perlu kerja sama dengan wilayah lain yang berbatasan dengan kami,” kata Widyati.(NDY) Post Date : 29 Februari 2012 |