|
Bandung, Kompas - Wali Kota Cimahi M Itoc Tochija memperkirakan biaya yang dibutuhkan untuk memperbaiki Tempat Pembuangan Akhir Sampah Leuwigajah, termasuk pembebasan lahan masyarakat, sekitar Rp 200 miliar. "Angka itu untuk perbaikan jangka panjang. Sebanyak Rp 105 miliar dari angka tersebut dipergunakan untuk jangka pendek," kata Itoc seusai melakukan pertemuan bersama Satuan Tugas Institut Teknologi Bandung (ITB) Peduli Leuwigajah dan Bandung Raya di Ruang Rapat Pimpinan ITB, Bandung, Selasa (8/3). Khusus untuk pembebasan lahan, Itoc memperkirakan harga tanah di sekitar Leuwigajah mencapai Rp 50.000 per meter persegi. Untuk Cimahi, lahan yang dibebaskan sekitar 9 hektar. Tetapi, jika dihitung dengan wilayah Kabupaten Bandung, kemungkinan lahan yang perlu dibebaskan seluas 75 hektar. Menurut Itoc, khusus penduduk Cimahi sudah ada 50 keluarga yang bersedia direlokasi. Namun, Itoc belum mengetahui ke mana masyarakat sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Leuwigajah akan dipindahkan. "Nanti kami akan kompromikan dengan masyarakat," kata Itoc. Untuk pendanaan, ujar Itoc, sudah ada kerja sama penjaringan dana melalui Pemerintah Provinsi Jawa Barat. "Tetapi, bantuan dana mungkin bukan dalam bentuk uang, namun kerja sama. Misalnya, Menteri Negara Lingkungan Hidup membantu membicarakan masalah ini di kabinet untuk diusulkan penanganannya ke departemen," kata Itoc. Bantuan juga bisa berupa pembagian tugas, misalnya, Gubernur Jawa Barat dan Pemerintah Kota Cimahi membebaskan lahan serta Departemen Pekerjaan Umum membuat saluran. Pemindahan penduduk Perbaikan yang akan dilakukan antara lain pemindahan permukiman, pembuatan saluran, pemisahan air sampah, dan santunan untuk korban longsor. Perbaikan teknis dan penelitian TPA Leuwigajah yang akan dilakukan bersama ITB ditargetkan telah menghasilkan perubahan dalam kurun waktu enam bulan. Kerja sama dengan ITB tidak hanya untuk TPA Leuwigajah, Pemerintah Kota Cimahi juga meminta bantuan ITB meneliti calon TPA untuk Kota Cimahi di Cipatik, Kabupaten Bandung. Lokasinya tak jauh dari TPA Jelekong. TPA di Cipatik milik Kodam III Siliwangi. "Oleh karena itu, saya sudah meminta izin kepada Komandan Distrik Militer 0609 Bandung-Cimahi. Hari Rabu, saya akan mengirimkan surat permohonan izin kepada Panglima Daerah Militer III Siliwangi," kata Itoc. Luas lahan calon TPA di Cipatik itu sekitar 10 hektar, dengan masa pakai diperkirakan satu hingga dua tahun. "TPA itu sifatnya sementara sambil menunggu Greater Bandung Waste Management Corporation selesai," kata Itoc. "Saya harap setelah diizinkan, analisis mengenai dampak lingkungan (amdal)-nya bisa cepat selesai. Sekaligus nanti ada rekomendasi dari ITB sistem yang harus diterapkan, apakah sistem sanitary landfill atau sistem pengolahan lainnya," tutur Itoc. Setelah tragedi Leuwigajah, untuk menangani sampahnya, Kota Cimahi mendapat jatah membuang sampah di TPA Jelekong sebanyak 10 truk sehari atau sekitar 50 meter kubik sampah. Sementara itu, produksi sampah per hari Kota Cimahi adalah 500 meter kubik. Pada saat yang sama, Itoc juga menyatakan sudah ada lembaga yang meminta audiensi dengan Gubernur Jawa Barat untuk membicarakan nasib korban longsor sampah. "Mereka belum menyatakan class action. Masyarakat bisa memanfaatkan hukum, tetapi saya harap mereka tak menjustifikasi dan membuat kesimpulan, tetapi tetap melihat keadilan dan keikhlasan apakah kejadian ini disengaja atau tidak," ujar Itoc. Arlina Gumira, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Cimahi, mengatakan, longsor di TPA Leuwigajah sumbernya berasal dari titik yang sama. "Longsor sudah tiga kali terjadi dan titik longsornya selalu di sana," katanya. Untuk memperbaiki TPA Leuwigajah, akan ditanam 700 batang pohon. (y09) Post Date : 09 Maret 2005 |