|
Tingkat kehilangan air yang masih tinggi di sebagian besar PDAM memboroskan Rp 3 triliun per tahun, sungguh pemborosan yang luar biasa. Penurunan tingkat kehilangan air memang sulit dan makan ongkos, tetapi buahnya menggiurkan. Pendapatan meningkat, potensi pelanggan baru pun muncul. Bahkan dengan menyelamatkan air yang hilang itu, ada potensi air yang cukup memenuhi kebutuhan sekitar 3 juta sambungan baru. Dunia air minurn masih diliputi isu penambahan 10 juta sambungan rumah hingga tahun 2013. Upaya pencapaian target itu menyangkut multidimensi. Manajemen PDAM harus profesional, tidak terkecuali seluruh karyawan. Dukungan dana harus terjamin. Air baku harus tersedia. Dan seperti sering terdengar, seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) harus mendukung, termasuk di antaranya salah satu kunci penting, jangan selalu percaya pada mitos, bahwa menaikkan tarif berarti menyengsarakan rakyat. Dan yang penting lagi harus disadari, upaya ini tidak akan bisa tercapai kalau kita selalu bersikap "business as usual" alias berleha-leha. Jadi harus dengan upaya yang luar biasa. Pasalnya, jumlah yang harus dibangun melebihi apa yang telah dicapai dalam 20 tahun terakhir. Pada lokakarya asistensi penyusunan business plan bagi PDAM-PDAM yang mengikuti restrukturisasi utang dan penyehatan baru-baru ini pihak Bappenas mengharapkan, kita jangan mengandalkan pembangunan prasarana yang baru, tetapi juga penting untuk mengoptimalkan yang sudah ada. Optimalisasi sarana-sarana yang sudah ada katanya berpotensi bagi penambahan sekitar 3,3 juta sambungan rumah, jadi sudah sekitar sepertiga dari target 10 juta sarnbungan rumah. Kali ini kita coba menyoroti target 10 juta sambungan baru dari segi tingkat kehilangan air, salah satu segi dari upaya Opti malisasi. Tingkat kehilangan air yang dinyatakan dalam berbagai istilah seperti NRW (Non Revenue Water), UFW (Unaccounted for Water), Air yang Tidak Berekening dan sebagainya memang masih tinggi di lingkungan PDAM. Direktur Pengernbangan Air Minum Departemen Pekerjaan Umum Ir. Tamin Zakaria mengatakan, 50% PDAM yang sakit memiliki angka kehilangan air 40%, konsumsi pelanggan rendah. Ini mengindikasikan adanya kehilangan air nonteknis. Umumnya pelanggan tercatat memakai kurang dari 15 meter kubik air per bulan. Angka tertinggi untuk hal ini terjadi di Sumatera, kehilangan air rata-rata 50%, bahkan pernah mencapai 59% Meter air biasa diumpamakan sebagai kasir PDAM. Memang, penelitian bertahun-tahun menyimpulkan, angka kehilangan air terbanyak adalah melalui meter air. PDAM Kota Pontianak pernah menemukan 2.500 meter air yang perputarannya melawan arah jarum jam. Catatan yang masuk ke PDAM memang tidak menunjukkan volume pemakaian air yang negatif seakan-akan air mengalir kembali ke reservoir PDAM tetapi ulah petugas yang sengaja merekayasa agar meter air itu berputar terbalik membuat catatan meter air itu benar-benar ngawur. Si pembaca meter pun hanya mengira-ngira jumlah pemakaian, yang tentu saja jauh lebih rendah dari yang sesungguhnya. Kejadian seperti ini, yang sangat merugikan PDAM tentu bukan monopoli PDAM Pontianak, tetapi juga didapati di PDAM Tirtanadi, Palembang, Surabaya, dan entah di mana lagi. Yang jelas, setelah dilakukan penertiban agar meter air itu bekerja sebagaimana mestinya, dari kondisi merugi, PDAM Kota Pontianak saat dipimpin oleh Syahril Japarin beberapa tahun silam langsung melejit pendapatannya mencapai miliaran rupiah. Tamin Zakaria sangat yakin, kunci utama penurunan angka kehilangan air ada pada meter air. Karena itulah ia pernah mengatakan, kenapa PDAM-PDAM tidak memeranginya dengan mengganti meter air yang umumnya sudah rusak atau sudah tua melebihi lima tahun? Toh pelanggan telah menitipkan uang pemeliharaan meter air itu ke PDAM. Pada putaran ketiga lokakarya asistensi penyusunan business plan PDAM yang mengikuti re strukturisasi utang berdasarkan PMK 120 baru-baru ini, Tamin Zakaria memberikan sebuah bukti tentang ampuhnya tindakan penggantian meter air untuk menurunkan tingkat kehilangan air. Langkah itu katanya sekaligus juga meningkatkan pendapatan PDAM sampai tiga kali lipat. Hal di atas menurut Tamin Zakaria dibuktikan melalui sebuah percobaan yang dilakukan di 110 PDAM. Sebelum meter air diganti, tercatat konsumsi air sebanyak 1.050 meter kubik dengan pemasukan pendapatan Rp 1.751.750. Setelah dilakukan pergantian meter air, pada bulan pertama terjadi kenaikan konsumsi air menjadi 2.140 meter kubik dan pendapatan Rp 4.887.960. Pada bulan kedua terjadi lagi peningkatan konsumsi menjadi 2.342 meter kubik dengan pendapatan sebesar Rp 5.360.910. Dari percobaan itu jelaslah, pendapatan PDAM naik tiga kali dengan mengganti meter air yang rusak dan usia 5 tahun lebih pada pelanggan yang meter airnya mencatat pemakaian air kurang dari 10 meter kubik per bulan. Kehilangan Rp 3 Triliun Menurut Direktur Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum Budi Yuwono, kehilangan potensi penerimaan PDAM yang disebabkan oleh NRW mencapai Rp 3 triliun per tahun. Angka itu didasarkan pada kapasitas seluruh PDAM yang ada saat ini, yakni 137.000 liter per detik. NRW rata-rata 40% dan tarif rata-rata Rp 2.000 per meter kubik. Bagian terbanyak atau sekitar 80% dari kehilangan air itu menurut Budi Yuwono merupakan kehilangan air nonteknis atau NRW komersial. Jenisnya antara lain sambungan ilegal masih sangat banyak, penggunaan air oleh pelanggan tidak melalui meter air alias by-pass, meter air rusak atau akurasi meter yang buruk disebabkan usia yang sudah melebihi usia teknis. Selain itu karena pencatatan yang tidak disiplin, rekening yang tidak tertagih karena lemahnya billing system, dan sistem inventarisasi aset PDAM yang lemah. la menyimpulkan, NRW merupakan salah satu penyebab utama buruknya kinerja PDAM, baik kinerja teknis maupun keuangan Penurunan NRW merupakan program yang sangat stretegis dalam rangka meningkatkan potensi penerimaan PDAM dan menamba jumlah pelayanan tanpa harus menambah kapasitas sistem. la juga berpendapat, NRW yang tinggi disebabkan kelemahan manajemen PDAM, sehingga fokus awal penurunan NRW ditujukan kepada penurunan NRW nonteknis (NRW komersial) dengan memperbaiki seluruh aspek manajemen PDAM. Dirjen Cipta Karya menekankan, untuk menurunkan NRW perlu diambil langkah-langkah penting. Di antaranya membentuk pemahaman dan komitmen bersama menyangkut pemilik PDAM yakni Pemda, Direksi beserta seluruh jajaran karyawan PDAM mengenai perlunya penurunan NRW. Perlu menyusun program penurunan NRW yang realistis dengan target yang terukur melalui proses yang melibatkan Pemda sebagai pemilik dan seluruh pelaku di PDAM. Pak Dirjen juga menyatakan agar menjadikan target penurunan NRW sebagai kontrak kerja bagi pimpinan tertinggi dan para pelaku kunci di PDAM disertai dengan sistem insentif dan disinsentif yang jelas dan tegas. Selanjutnya, program penurunan NRW harus dimonitor terus menerus, dan dilaksanakan sesuai dengan kesepakatan seluruh pelaku secara berkelanjutan. Juga perlu ditingkatkan kepedulian pelanggan dan masyarakat umum mengenai perlunya pengendalian NRW secara bersama-sama. Sebagai program pendukung atas langkah-langkah tersebut, Budi Yuwono menegaskan, bahwa sejalan dengan langkah-langkah itu, tarif pemulihan biaya (full cost recovery) harus diterapkan. Program harus disesuaikan dengan penyelesaian masalah utang berdasarkan PMK 120 tahun 2008 khusus bagi PDAM-PDAM yang terlibat dalam masalah utang. Perlu Komitmen Kuat PDAM-PDAM yang mengiku lokakarya asistensi penyusunan business plan dalam rangka PMK 120 baru-baru in di dalam business plan itu sendiri sudah mencantumkan bahwa untuk masa lima tahun kerja yang akan datang, sudah direncanakan untuk menurunkan tingkat kehilangan air. Memang ada yang bernada ambisius seperti rencana penurunan NRW 5% tiap tahun, tetapi ada pula yang bersifat hati-hati dengan mencantumkan 1% tiap tahun. Tidak terlepas dari situ, tentulah ada prinsip-prinsip yang harus diikuti berdasar hal-hal yang menyangkut hukum sebab akibat, menyangkut logis atau tidak dukungan teknis, dukungan dana dukungan SDM, komitmen manajemen yang profesional, dukungan pemilik (Pemda), tak terkecuali dukungan masyarakat. Ada sejumlah prinsip, termasuk pengalaman sukses sejumlah PDAM dalam upaya menurunkan NRW tersebut seperti tercetus baru-baru ini dalam lokakarya NRW yang dilaksanakan oleh Perpamsi DPD DKI. Prof. Dr. Benny Chatib pensiunan guru besar ITB yang juga staf ahli Perpamsi mengatakan, yang terpenting adalah upaya nyata untuk menurunkan tingkat kehilangan air. Ia memberi contoh sukses di PDAM Batang (1998) berupa recovery 4 meter kubik per meter air (water meter) yang diganti baru, dan di Solo tercapai recovery 16 meter kubik per meter yang diganti baru. Dijelaskan, sebenarnya ada ketentuan yang mengharuskan tera ulang sekali 5 tahun, tetapi penggantian meter air lebih efektif karena kemampuan rehabilitasi meter relatif kecil. Karena itu, tergantung jumlah meter yang sudah waktunya diganti, penggantian meter air harus dilakukan secara bertahap. Yang patut menjadi catatan tersendiri dari pandangan Prof. Benny adalah, bahwa langkah-langkah pengendalian, monitoring dan kontrol harus dilakukan secara berkelanjutan. Budi Sutjahjo, anggota Badan Pendukung Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (BPPSPAM) juga mengatakan, perlu memperkuat kornitmen untuk menurunkan kehilangan air alias air tak berekening (ATR). Itu dicatatnya berdasarkan fakta, bahwa pemahaman tentang air tak berekening itu belum baik. la mengutip data hasil audit BPKP 2006 yang menyatakan bahwa tingkat air tak berekening sekitar 36,5% disebabkan berbagai hal, antara lain sebagian PDAM tidak mempunyai meter induk, meter air pelanggan tidak dikalibrasi, pemasangan tidak memenuhi syarat, meter air pelanggan bermutu rendah, kehilangan fisik, pipa tua, pemasangan tidak memenuhi syarat, pengaliran kurang dari 24 jam mengakibatkan ATR lebih rendah dari yang sebenarnya. Yang jelas katanya, program penurunan ATR ataupun NRW ini sudah dipersyaratkan untuk penghapusan utang PDAM, mengingat tingkat kehilangan air secara nasional yang sangat tinggi, yang pada hakikatnya merupakan suatu pemborosan sumber daya yang luar biasa. Dari hasil kajian yang didapatnya dari berbagai PDAM seperti Palembang, Banjarmasin, Malang dan sebagainya, ia menyarankan agar PDAM melaksanakan pemasangan meter induk, kalibrasi atau penggantian meter air pelanggan yang sudah tua, perbaikan pembacaan meter air, clan juga agar PDAM-PDAM mengadopsi ISO 4064 sebagai SNI (Standar Nasional Indonesia) wajib, untuk mencegah penggunaan meter air pelanggan yang tidak bermutu. Praktek Sejumlah PDAM PDAM Tirta Musi Kota Palembang dulu pernah amburadul. Data yang ada pada PDAM ini, seperti diungkapkan oleh Direktur Teknik Ir. Stephanus, M.M., menunjukkan bahwa pada tahun 2003 tingkat kehilangan air di sana 68,7%. Sebagai gambaran berikut ini dicuplik angka absolut kehilangan air untuk tahun 2007: Air diproduksi 92 juta meter kubik lebih, terdistribusi 90 juta meter kubik lebih, air yang berekening 47,879 juta meter kubik dan air yang hilang 42,319 juta meter kubik lebih. Berkat adanya program penurunan kehilangan air secara sistematis di bawah manajemen baru, angka itu secara konsisten menurun dari tahun ke tahun, yakni 60,17% tahun 2004, 56,18% tahun 2005, 49,35% tahun 2006, 46,92% pada tahun 2007. Di PDAM ini sengaja dibentuk Bagian Pengendalian Kehilangan Air (PKA). Bagian ini terdiri atas Seksi MeterAir, Seksi Penertiban, Seksi Tunggakan, Seksi Analisa Jaringan dan GIS dan Seksi Kebocoran. Bagian PKA Seksi Kebocoran aktif 24 jam, tentu saja bergilir siang dan malam. Di situ ada 24 orang pekerja dan 5 orang pengawas lapangan. Sejak 2004 hingga Agustus 2008 bagian ini sudah melakukan perbaikan atas 24.090 titik kebocoran secara cepat dan berkualitas. Seksi Analisa melakukan analisis pengaliran untuk menentukan jaringan perpipaan yang tidak layak lagi dipergunakan, penyederhanaan koneksi pipa, sehingga dapat dilakukan rehabilitasi. Sejak tahun 2004 telah dilakukan penggantian pipa berbagai ukuran sepanjang 500 km. Tingginya komitmen manajemen tentang pentingnya penurunan tingkat kehilangan air itu dibuktikan dengan diadakannya program penertiban pipa dinas, yaitu "pipa-pipa tusuk sate" yang mengambil langsung dari pipa distribusi induk untuk kemudian dilakukan standardisasi dengan menggunakan pipa PE, sampai ke standardisasi meter airnya di lebih kurang 500 lokasi penertiban. Untuk menanggulangi kehilangan nonfisik, PDAM ini melakukan penertiban berikut pemutusan sambungan ilegal dengan berbagai cara terhadap 4.853 pelanggan selama empat tahun. Dalam periode yang sama telah pula dilakukan pemutusan sambungan terhadap pelanggan yang menunggak lebih dari tiga bulan. Dalam pada itu telah dilakukan pemasangan dan penggantian meter air pelanggan sebanyak 57.760 unit. Di samping itu dilakukan validasi data dan peta pelanggan melalui pendataan secara door to door untuk kemudian dimasukkan ke database atas sebanyak 260.000 bangunan. Pasalnya, di sana sini ada rumah yang tercatat sebagai pelanggan kelas bawah, ternyata rumah mewah, bahkan pemakai besar tergolong bisnis. Dilakukan pula efisiensi penagihan untuk pelanggan diversen (TNI/POLRI/Instansi dll). Di samping hal-hal tersebut di atas, PDAM Tirta Musi juga melakukan langkah-langkah berikut:
Kesemua hal tersebut di atas dapat bejalan karena komitmen kuat dari manajemen internal perusahaan untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Di antaranya pemberlakukan reward and punishment, dan mengubah sikap dan pola pikir birokrat menjadi entrepreneurship. Pencapaian di Surabaya PDAM Kota Surabaya pada tahun 2007 mempunyai kapasitas produksi 8.830 liter per detik, jumlah pelanggan 376.648 dengan cakupan pelayanan 68%. Tingkat kehilangan air 34%, dan akan diupayakan turun ke angka 31 % pada tahun 2010 dengan didukung oleh penambahan pelanggan 20.000 per tahun dan cakupan pelayanan sebesar 80%. Hanya saja perlu dicatat, kata Direktur Utama PDAM Kota Surabaya Ir. Moh. Selim, menurunkan tingkat kehilangan air dari 60% ke 50% gampang, dari 50% ke 40% juga masih gampang, dari 40% ke 35% mulai agak sulit dan menurunkannya ke 30%, apalagi ke angka 25% sudah sangat sulit. Biaya penurunan tingkat kehilangan air itu juga cukup mahal. Untuk upaya ini, PDAM Surabaya telah mengeluarkan biaya lebih dari Rp 56 miliar sejak tahun 2005. Tetapi di sisi lain, tambahan pendapatan meningkat dengan menggembirakan. Tercatat tahun 2005 penghematan 39 liter per detik, potensi pelanggan 3.000 dan tambahan pendapatan Rp 1,228 miliar. Tahun 2006 air yang dihemat 120 liter per detik, potensi pelanggan 9.000 dan tambahan pendapatan Rp 2,3 miliar sedangkan tahun 2007, penghematan air 168 liter per detik dengan potensi pelanggan baru 12.000 dan tambahan pendapatan Rp 6,3 miliar. Mohamad Selim menjelaskan, bahwa penurunan tingkat kehilangan air sebesar 1% per tahun di PDAM itu merupakan potensi penghematan sebesar Rp 8 miliar, maka dalam lima tahun ke depan, kalau mampu menurunkan tingkat kehilangan air dari 37% menjadi 31%, berarti potensial menghemat Rp 40 miliar. Dijelaskan, di PDAM tersebut pernah tingkat kehilangan air turun dari 40% ke 29%, tetapi naik kembali ke angka 40%, dan sekarang masih mentok di angka 34%. Adapun kebocoran, secara fisik terjadi pada perpipaan, reservoir dan penghubung SR adalah 55,86% sedangkan nonfisik 44.14% terjadi sebagai akibat dari masalah akurasi meter, operasional, ilegal dan adimistrasi. Untuk mengatasi masalah kehilangan air itu, PDAM ini membuat strategi dan prograrn. Untuk jangka pendek, mengatur jumlah pompa beroperasi di malam hari, mengganti, flow meter di pipa transmisi, melakukan tera meter air, menyesuaikan waktu baca meter produksi terhadap distribusi. Selain itu, membangun sistem otomatis pengontrolan tekanan air. Di bidang distribusi, PDAM Kota Surabaya membuat program kerja fisik dan nonfisik. Yang bersifat nonfisik antara lain membuat SMS online untuk pengaduan kebocoran, memberikan hadiah kepada masyarakat yang melaporkan pemakaian maupun sambungan ilegal. Pembacaan meter air separuh diserahkan kepada pihak luar (outsourcing) dan separuh dilakukan sendiri, dan dalam pelaksanaannya diberlakukan persaingan konstruktif pada masing-masing pihak. Terhadap pelanggan diberlakukan minimum charge 10 meter kubik, pemberlakuan sistem reward and punishment terhadap pembaca meter air, pembentukan unit sistem distribusi, pembentukan tim marketing untuk mencari pelanggan baru, penggantian meter pelanggan sebanyak 35.000 pelanggan setahun. Sebab, kata Pak Selim, air yang diselamatkan kalau tidak terjual akan percuma saja. Jadi program penurunan kehilangan air harus dibarengi dengan pencarian pelanggan baru. Selain itu, PDAM bekerja sama dengan aparat melakukan razia secara rutin. Adapun program kerja fisik di bidang distribusi adalah penggantian pipa SR Galvanized ke pipa PE secara bertahap, mengupgrade dan memasang pengaman cathodic dan mengganti pipa-pipa tertier yang sudah tua. Untuk jangka panjang, PDAM ini merencanakan:
Menurut Selim, masalah utama yang berperan dalam masalah kehilangan air ini ada pada manusianya, karena ilmunya, dari tahun 60-an hingga sekarang itu-itu juga. Misalnya, katanya, apa yang disebut zone meter distrik itu dulu di Surabaya sudah ada, tetapi karena manusianya tidak mampri mengelolanya dengan baik, tidak jalan dan tidak bisa dipertahankan. NVCS di Aetra Presiden Direktur PT Aetra (dulu Thames PAM Jaya -TPJ -Red), Ir. Syahril Japarin yang dulu sukses menurunkan tingkat kehilangan air secara signifikan di PDAM Pontianak, mulai Mei 2008 menerapkan apa yang disebut sebagai NVCS di wilayah pelayanan bagian timur Jakarta itu. Istilah itu merupakan kependekan Non Revenue Water, Volume Collection Service. Yang jelas bagian dari PAM Jaya ini masih menderita tingkat kehilangan air yang tinggi, sekitar 50%. Sekarang, pemegang saham perusahaan ini fokus pada penurunan tingkat kehilangan air, yang menurut Direktur Utama PAM Jaya Haryadi Priyohutomo baru-baru ini ditargetkan menjadi 36% pada tahun 2012. Caranya, seperti dikemukakan Syahril Japarin, dengan pendekatan NVCS tadi: Teknis:
Selain itu, ada yang disebut optimalisasi DMA (District Meter Area), penertiban terhadap sambungan liar maupun konsumsi tidak sah, yang di Jakarta jenis dan macamnya sangat beragam. Misalnya, ada yang disebut sambungan bypass, penyadapan dari meter induk, ada yang disebut pipa di dalam pipa, meter air dirusak misalnya ditusuk dengan jarum, meter dicolok dengan lidi. Ada pula meter rusak karena terendam, dan sebagainya. PT Aetra Air dalam hat ini menegaskan, bahwa penurunan tingkat kehilangan air memerlukan komitmen dari semua pihak, memerlukan suatu tim satuan tugas yang andal untuk menggerakkan program penurunan NRW secara cepat. Di sisi lain, diperlukan strategi yang tepat, fokus dan prioritas dalam mencapai tujuan itu. Khusus menyangkut sambungan maupun konsumsi ilegal, pendekatannya tidak sekadar memutus, tetapi perlu disertai solusi. Antara lain dengan menyediakan hidran untuk daerah hunian ilegal, di mana ada jaminan ketersediaan air bagi masyarakat kelas bawah, tetapi di sisi lain, air tersebut tidak terus-menerus berupa NRW alias air yang tidak menghasilkan pendapatan sama sekali bagi Aetra yang merupakan mitra kerja PD PAM Jaya itu. Victor Sihite Post Date : 30 November 2008 |