|
Lewoleba, Kompas - Warga di Kecamatan Ile Ape berharap proyek penyulingan air laut menjadi air tawar segera direalisasikan di Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur. Warga di delapan kecamatan di Lembata kesulitan mendapatkan air bersih untuk dikonsumsi. Air tanah umumnya mengandung kadar garam tinggi, bahkan ada yang mengandung belerang. Hanya wilayah tertentu, seperti Kecamatan Atadei, yang memiliki sumber air yang relatif bersih. Air dari Atadei disuplai ke kecamatan lain, seperti Ile Ape. "Biaya yang dikeluarkan untuk membeli air bersih sangat besar. Warga di empat desa (Desa Palilolon, Kolipadan, Tagawiti, serta Dulitukan di Kecamatan Ile Ape) harus membeli air ke Pulau Adonara (Kabupaten Flores Timur)," kata Syafrudin M Sabaleko, Guru SD Inpres Dulitukan, Desa Palilolon, Minggu (11/11), yang dihubungi dari Ende, Flores, NTT. Untuk kebutuhan air minum, warga membeli dua jeriken (kapasitas 20 liter) seharga Rp 2.000 per jeriken per hari. Warga yang mampu membeli air dari Lewoleba, ibu kota Lembata, seharga Rp 10.000 per drum atau Rp 300.000 per tangki mobil. Warga empat desa tersebut, bersama dengan 18 desa lain, pada tahun 2002 sebenarnya sudah menikmati suplai air bersih dari Atadei lewat proyek pipanisasi dengan swadaya masyarakat. Namun, tahun 2003 suplai air tersendat karena pipa bocor. Kini hanya lima desa (Jontona, Todanara, Watodiri, Muruona, dan Laranwutun) di Kecamatan Ile Ape yang mendapat suplai air bersih, 17 desa lainnya masih merana. Menurut Kepala Desa Jontona Maksimus Lanang Labamaking, meski warga dapat menikmati air bersih, tetapi amat terbatas. Setiap hari per keluarga hanya boleh mengambil air lima ember di bak penampungan di tingkat desa, maupun dusun. Bupati Lembata Andreas Duli Manuk mengatakan bahwa jika DPRD menyetujui, pengerjaan konstruksi penyulingan air laut itu dapat dilakukan tahun 2008. (SEM) Post Date : 12 November 2007 |