Jakarta, Kompas - Potensi kenaikan permukaan laut akibat perubahan iklim mengancam kawasan pesisir dan 2.000 pulau di Indonesia. Untuk mengatasi itu, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dan Korea International Cooperation Agency menyepakati kerja sama perencanaan dan manajemen penyelamatan pesisir. Kerja sama itu mencakup perencanaan antisipasi penurunan permukaan tanah Jakarta.
Menurut Direktur Pengairan dan Irigasi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional M Donny Azdan, perencanaan penyelamatan pesisir dibutuhkan karena Indonesia rentan terhadap dampak perubahan iklim.
”Jika air laut naik 50 cm, diperkirakan 2.000 pulau kita akan hilang. Kenaikan itu juga mengancam sejumlah kota berkembang, termasuk Jakarta dan kota lain di kawasan pantai utara Jawa,” kata Donny seusai menandatangani kesepakatan Kerja Sama Perencanaan dan Manajemen Penyelamatan Pesisir dengan Korea International Cooperation Agency (Koica) di Jakarta, Rabu (24/3).
Sejumlah kota di Indonesia juga mengalami ancaman penurunan permukaan tanah, termasuk Jakarta. Ancaman penurunan permukaan tanah Jakarta lebih kritis dibandingkan ancaman kenaikan permukaan laut.
”Dalam 30 tahun, permukaan tanah Jakarta bisa turun hampir 100 cm. Sementara perhitungan kenaikan permukaan laut dalam 30 tahun berkisar 5-30 cm. Ancaman penurunan permukaan tanah juga dialami Semarang meski lajunya tidak secepat Jakarta,” kata Donny.
Kerja sama dengan Korea Selatan dipilih karena negara itu berpengalaman membangun pesisir. Donny mencontohkan pengalaman Korea Selatan membangun seawall Saemangeum di pesisir kota Gunsan.
Saemangeum adalah dinding pembendung air laut sepanjang 33 kilometer yang dibangun dengan mereklamasi muara Sungai Mangyeung dan Dongjin. ”Saemangeum merupakan seawall terpanjang di dunia. Pengalaman Korea Selatan bisa menjadi referensi kita menangani ancaman perubahan iklim,” kata Donny
Pemerintah Korea Selatan melalui Koica memberikan hibah 3 juta dollar AS untuk membiayai Penelitian dan Manajemen Penyelamatan Pesisir. Kerja sama Bappenas dan Koica itu akan berlangsung dua tahun.
Resident Representative Koica Indonesia Sungho Choi menyatakan, melalui kerja sama itu para pihak akan meninjau kembali rencana antisipasi dampak perubahan iklim masing-masing. ”Dan, kami ingin berbagi pengalaman dengan Indonesia,” kata Sungho.
Ahli Teknik Kelautan Universitas Pukyong, Ro Ryu-cheong, menyatakan, belum ada yang mengetahui cara terbaik menyelamatkan pesisir dari ancaman kenaikan permukaan laut.
”Kita semua harus berbagi pengalaman bagaimana menyelamatkan kawasan pesisir. Karena kita semua masih belajar. Korea Selatan pun akan mendapat manfaat dari kerja sama itu,” katanya. (ROW)
Post Date : 25 Maret 2010
|