|
Jakarta, Kompas - Penyaluran air bersih melalui pipa akan lebih efektif dibandingkan penyaluran dengan hidran umum untuk masyarakat kelas bawah. Sesuai ketentuan tarif operator Perusahaan Air Minum DKI yang diberlakukan, harga air bersih per meter kubik sebesar Rp 1.900, tetapi terjadi pembengkakan sehingga masyarakat kelas bawah harus membayar Rp 20.000 per meter kubik melalui pembelian air dari pikulan. Dari hasil penghitungan sementara, pembayaran air yang dikeluarkan melalui hidran umum memengaruhi kesulitan dalam memberikan subsidi silang. Saat ini masih 60 persen pembayaran air minum di bawah ongkos produksi pengolahan air baku menjadi air bersih, kata anggota Badan Regulator Pelayanan Air Minum DKI Jakarta Riant Nugroho, Senin (19/12). Riant tidak merinci angka perbandingan nilai pembayaran maupun biaya produksinya. Tetapi, ia menekankan faktor inilah yang menjadi salah satu alasan menaikkan tarif air secara otomatis atau berkala setiap enam bulan. Saya sebagai pribadi menghargai setiap bentuk partisipasi masyarakat, termasuk kalangan DPRD DKI, yang berusaha keras menolak kenaikan tarif air minum. Akan tetapi, solusi menekan kenaikan tarif air minum harus diupayakan, katanya. Peningkatan pendapatan dari pembayaran masyarakat kelas bawah yang selama ini membeli dari hidran umum perlu dipikirkan. Air dari hidran umum yang didistribusikan dengan pikulan tersebut terbukti meningkatkan harga jual air bersih hingga Rp 20.000 per meter kubik. Padahal, tarif yang dikenakan untuk pendistribusian air melalui hidran umum hanya Rp 1.900 per meter kubik. Sebaiknya warga kelas bawah juga mendapatkan jaringan pipa distribusi air bersih, kemudian tarif yang dikenakan bisa ditingkatkan di bawah harga ketika harus membeli dari pikulan, kata Riant. Badan Regulator saat ini tengah membahas perencanaan distribusi air minum bagi masyarakat kelas bawah melalui hibah Bank Dunia Rp 50 miliar untuk pembuatan jaringan pipa pendistribusian air bersih bagi masyarakat kelas bawah. (NAW) Post Date : 20 Desember 2005 |