|
Jakarta, Kompas - Penurunan tanah akibat penyedotan air lewat pengeboran sumur dengan kedalaman lebih dari 100 meter menjadi penyebab banjir di Jakarta. Penurunan tanah tidak pernah ditanggulangi dan berpotensi menjadi penyebab Jakarta tenggelam beberapa dekade berikutnya. ”Survei pada 2006, tidak ada satu pun pengguna air tanah dari sumur dalam di Jakarta yang mengembalikan air ke dalam lapisan tanah akuifer,” kata peneliti konservasi kebumian pada Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Edi Prasetyo Utomo di Bandung, Minggu (23/12). Banjir di Jakarta selama ini dikatakan akibat limpasan air hujan deras yang melebihi kapasitas sungai, saluran atau drainase yang tersumbat sampah, saluran kecil, atau tidak tersedia drainase. Kenaikan muka air laut akibat pasang naik juga kerap ditunjuk sebagai kambing hitam. Menurut Edi, kondisi penurunan tanah tidak pernah diungkap. Secara pelan tapi pasti, Jakarta mengalami penurunan tanah akibat pembangunan gedung-gedung tinggi maupun perusahaan-perusahaan yang mengeksploitasi air tanah melalui sumur-sumur dalam. Menjaga akuifer Menjaga lapisan akuifer di Jakarta sangat penting untuk mengantisipasi penurunan tanah. Akuifer merupakan lapisan tanah di bawah lapisan batuan yang mampu menyimpan air. ”Cara menjaga akuifer adalah menjaga keseimbangan jumlah air yang dieksploitasi dengan jumlah air yang dikembalikan ke akuifer dengan cara diinjeksi dengan tekanan pompa,” kata Edi. Metode sumur injeksi sudah lama dikenalkan. Sumur injeksi selalu dilengkapi dengan sumur pantau. Pembuatan kedua sumur direkomendasikan pemerintah untuk setiap pengambilan air tanah, terutama yang menggunakan sumur-sumur dalam, namun tidak diterapkan dengan baik. Hujan lebat yang melanda Jakarta, Sabtu pekan lalu, menunjukkan cepatnya terjadi genangan air di berbagai lokasi. Intensitas genangan dari waktu ke waktu terus meningkat, mengindikasikan permukaan tanah yang makin turun dibandingkan ketinggian rata-rata air. Menurut Edi, Jakarta merupakan tanah delta yang memiliki lapisan tanah lunak pasir dan lumpur sehingga mudah terjadi penurunan tanah. Ciri khasnya, mudah terjadi retakan pada infrastruktur jalan dan bangunan. Berdasarkan data yang disampaikan Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas pada Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho, hujan lebat pada akhir pekan lalu mengakibatkan 22 lokasi di Jakarta tergenang, termasuk Jalan Sudirman-Thamrin. Solusi penanggulangan banjir ditawarkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berupa pembangunan kanal banjir barat dan timur. Menurut Edi, kedua kanal terbukti tidak mengatasi banjir, baik untuk jangka pendek atau jangka panjang di Jakarta. (NAW) Post Date : 24 Desember 2012 |